CULTURAL STUDIES: Analisis Cultural Jamming dan Dekonstruksi Cover Majalah Elle

Elle adalah sebuah majalah busana yang diterbitkan di Indonesia sejak tahun 2008. Majalah ini diterbitkan di Indonesia oleh Kartini Group. Sejatinya majalah ini berasal dari Perancis. Di sana majalah ini pertama kali diterbitkan di Perancis pada tahun 1945. Majalah Elle fokus pada pembahasan fashion, khususnya wanita. Karakter pembaca Elle adalah para pecinta fashion yang gaya, modis, seksi, dan cerdas. Wanita mandiri dan modern yang hidup di kawasan urban dan pecinta mode terkini  adalah target utama Elle.
            Kelompok kami mengangkat majalah Elle untuk dekonstruksi karena dari majalah ini terdapat banyak hal yang “tidak terlihat” yang layak untuk dikritisi berdasarkan teori dekonstruksi atau melalui teori-teori Cultural Studies.
            Mengenai dekonstruksi, menurut Derrida, dekonstruksi adalah cara atau metode membaca teks. Dekonstruksi berfungsi dengan cara masuk ke dalam analisis berkelanjutan, yang terus berlangsung, terhadap teks-teks tertentu. Ia berkomitmen pada analisis habis-habisan terhadap makna literal teks, dan juga untuk menemukan problem-problem internal di dalam makna tersebut, yang mungkin bisa mengarahkan ke makna-makna alternatif, di pojok-pojok teks (termasuk catatan kaki) yang diabaikan.
            Dekonstruksi menyatakan bahwa di dalam setiap teks terdapat titik-titik ekuivokasi (pengelakan) dan kemampuan untuk tidak memutuskan (undecidability), yang mengkhianati setiap stabilitas makna yang mungkin dimaksudkan oleh si pengarang dalam teks yang ditulisnya.
            Proses penulisan selalu mengungkapkan hal yang diredam, menutupi hal yang diungkapkan, dan secara lebih umum menerobos oposisi-oposisi yang dipikirkan untuk kesinambungannya. Inilah sebabnya mengapa “filsafat” Derrida begitu berlandaskan pada teks, dan mengapa term-term kuncinya selalu berubah, karena selalu tergantung pada siapa atau apa yang ia cari untuk didekonstruksi, sehingga titik pengelakan selalu dilokasikan di tempat yang berbeda.
            Ini juga memastikan bahwa setiap upaya untuk menjelaskan apa itu dekonstruksi harus dilakukan dengan hati-hati. Ada suatu paradoks dalam upaya membatasi atau mengurung dekonstruksi pada satu maksud menyeluruh tertentu, mengingat dekonstruksi justru berlandaskan pada hasrat untuk mengekspos kita terhadap keseluruhan yang lain (tout autre), dan untuk membuka diri terhadap berbagai kemungkinan-kemungkinan alternatif.
            Tujuan yang diinginkan metode dekonstruksi adalah menunjukkan ketidakberhasilan upaya penghadiran kebenaran absolut, dia menelanjangi agenda tersembunyi yang mengandung banyak kelemahan dan kepincangan di balik teks-teks (Norris, 2006: 13).
            Culler (melalui Nurgiyantoro, 2007: 60) mengungkapkan bahwa mendekonstruksi suatu wacana atau kesastraan adalah menunjukkan bagaimana meruntuhkan filosofi yang melandasinya, atau beroposisi secara hierarkis terhadap sesuatu yang menjadi landasannya, dengan cara mengidentifikasi bentuk-bentuk operasional retorika yang ada dalam teks itu, yang memproduksi dasar argumen yang merupakan konsep utama. Dengan kata lain, dekonstruksi menolak makna umum yang dianggap ada dalam suatu teks sastra.

            Begitu pula dengan Majalah Elle, majalah fashion yang menjadi idaman bagi kaum wanita yang modern ini juga dapat kita dekonstruksi. Pertama-tama adalah pemilihan model untuk cover majalah ini. Kebanyakan model yang dijadikan cover ini dapat kita lihat mayoritas adalah supermodel ataupun artis-artis Hollywood yang sedang naik daun. Model-model tersebut memiliki karakteristik yang hampir sama jika mampu kita lihat, yaitu dari warna kulit, warna kulit yang banyak digunakan untuk menjadi model cover majalah ini adalah wanita berkulit putih seperti masyarakat luar negeri (Eropa, Inggris, Amerika Serikat) ataupun sawo matang seperti masyarakat Asia. Yang kedua adalah rambut, biasanya para model yang terpampang di majalah ini memiliki rambut panjang ataupun pendek yang terawat, dan stylish. Yang ketiga adalah wajah. Karena kebanyakan adalah para supermodel dan artis-artis maka tidak heran jika model cover dari majalah ini terlihat cantik, berwajah tirus, wajah bersih, dan rata-rata berbadan langsing dengan tinggi yang secara universal dapat dikatakan proporsional. Karena majalah ini merupakan majalah yang memfokuskan pada fashion, maka dari segi fashion yang ditawarkan pun fashion dengan selera yang dibuat oleh gaya fashion yang berada di Eropa.

Contoh gambar majalah ELLE:
Majalah ini telah memiliki nama tersendiri bagi kaum wanita. Terutama bagi kaum wanita pecinta fashion. Bagi mereka majalah ini merupakan tolak ukur trend fashion yang fashionable. Sehingga kebanyakan para kaum wanita cenderung menjadi konsumtif, dengan berlangganan majalah ini.
            Lalu apakah benar, sesuatu yang dianggap fashionable, cantik, trendy, modern, dan mewah adalah tolak ukur apa yang disajikan majalah ini? Lalu bagaimana dengan wanita yang terlahir dengan warna kulit hitam (seperti negro, india asli) dengan wajah yang tidak sebersih dan semulus cover majalah Elle serta postur tubuh yang gemuk dan tidak tinggi? Apakah mereka bukan wanita yang cantik, modern, trendy, dan fashionable?
            Kembali lagi kepada siapa yang memperkenalkan majalah ini, siapa yang membuat, bahkan cara penyebarannya melalui apa yang mampu mempengaruhi wanita-wanita di seluruh dunia termasuk Indonesia ini untuk tampil layaknya cover majalah Elle. Majalah Elle pertama kali dibuat di Perancis dan akhirnya mampu memiliki cabang ataupun dibeli lisensinya di seluruh negara seperti Inggris, Korea Selatan, Amerika Serikat, bahkan Indonesia.
            Majalah Elle dibuat oleh negara yang memiliki kekuatan superior yaitu Perancis yang selama ini juga dikenal sebagai kiblat dan pusat dari segala kecanggihan dan juga kehidupan modern (selain Amerika Serikat) bagi negara-negara lainnya termasuk negara berkembang seperti Indonesia. Melalui media layaknya televisi, koran, dan juga majalah ini yang mampu menyebarkan ideologi kehidupan modern, termasuk dalam lifestylenya.
            Kekuatan media baik media cetak, elektronik ataupun new media yang mampu mengkonstruksi realitas yang ada inilah yang mampu mempresentasikan atau mengkonstruksi budaya unggul, sehingga kembali kepada poin penting Cultural Studies yaitu 3 pertanyaan mendasar, siapa yang dilayani? Siapa yang melayani? Dan siapa yang disingkirkan dari budaya itu? Dari kekuatan media saat ini yang lebih condong ke negara-negara bagian barat, dimulai dari lifestyle dan juga trend-fashion saat ini, media mampu mengkonstruksi masyarakat bahwa inilah yang disebut fashion, inilah yang disebut cantik, dan inilah yang disebut modern, contohnya saja  gambar-gambar cover majalah Elle itu yang turut merepresentasikannya. Lalu apa akibat dari adanya konstruksi media tersebut? Hal ini akan berakibat pada identitas dan subjektivitas suatu individu. Apa itu Identitas dan Subjektivitas? Identitas adalah bagaimana kita dan orang lain melihat diri kita, atau bagaimana saya melihat diri saya. Bagaimana kita membangun, menciptakan, dan menanamkan konsep kesayaan tersebut, sehingga orang lain dapat mengetahui siapa saya sebagai seorang individu. Sedangkan Subjektivitas adalah bagaimana proses menjadi diri kita atau individu itu sendiri. Bagaimana caranya itu bergantung pada realitas yang ada di lingkungan sekitar atau yang merupakan bentukan dan produk budaya serta realitas yang dibentuk oleh media, terutama media Barat yang mampu mengontrol media di negara berkembang sehingga masyarakat bisa saja memiliki standar mutlak, seperti bagaimana wanita itu dikatakan cantik bahwa cantik itu putih dengan wajah V-line (tirus) dan  memiliki postur tubuh tinggi dan langsing dan bagaimana trend-fashion bagi wanita khususnya adalah trend fashion seperti fashion di negara Barat pada umumnya. Sehingga mau tidak mau identitas individu itu pun akan dipengaruhi oleh konstruksi media yang ada dan individu tersebut akan cenderung membentuk dan menciptakan dirinya seperti apa yang media representasikan. Lalu bagaimana dengan masyarakat yang tidak bisa mewujudkan dirinya seoperti apa yang disajikan oleh media? Kebanyakan individu tersebut akan merasa tidak percaya diri karena dirinya tidak seperti apa yang diidentifikasikan media .
            Negara Perancis merupakan pemain kapitalis dari semua produk yang telah mereka ciptakan. Mereka memanfaatkan media dalam menciptakan profit tidak hanya bagi orang yang menciptakan fashion ini, tetapi juga bagi negaranya. Media tetap menjadi alat penting dalam permainan orang-orang kapitalis yang ingin membuktikan kesuperioran mereka dibandingkan dengan orang-orang dari negara lain. Kita dapat melihat lisensinya tidak hanya dari negara-negara Asia yang berkembang, melainkan juga negara barat yang maju seperti Inggris yang mengakui keunggulan fashion dari produk ELLE ini.
            Karena adanya Hyper Reality (apa yang disajikan belum tentu nyata) inilah, teori Dekonstruksi mulai digunakan sebagai alternatif untuk menolak segala keterbatasan penafsiran ataupun bentuk kesimpulan yang baku. Konsep Dekonstruksi yang dimulai dengan konsep pembongkaran produk pikiran rasional yang percaya kepada kemurnian realitas, yang pada dasarnya dimaksudkan menghilangkan struktur pemahaman tanda-tanda melalui penyusunan konsep  Dalam teori Grammatology, Derrida menemukan konsepsi tak pernah membangun arti tanda-tanda secara murni, karena semua tanda senantiasa sudah mengandung artikulasi lain (Subangun, 1994 dalam Sobur, 2006: 100). Dari Dekonstruksi inilah menghasilkan apa yang disebut dengan Cultural Jamming. Jamming dikenal sebagai istilah slang di radio Citizen Band yang berarti praktek menginterupsi percakapan. Istilah ini kemudian berubah menjadi entitas yang khas dikenal dengan Cultural Jamming dengan jammer sebagai sebutan pelakunya. Secara sederhana Culture Jamming dapat diartikan sebagai suatu gerakan design yang keberadaanya muncul didasarkan dari sikap anti kapitalisme dan menjadikan design sbagai jembatan sikap kontra mereka terhadap produk dari kapitalisme. Para Jammer menaganggap dunia advertising dijadikan senjata bagi perusahaan korporasi tersebut untuk membujuk dan merayu masyarakat untuk menjadi konsumen aktif tanpa melihat realitas.
            Analisis yang kelompok kami buat seperti yang diposter ini adalah anggapan sebuah protes atau mengungkap sesuatu yang orang lain harus mengetahui, bahwa sesungguhnya kecantikan tidak hanya berdasarkan faktor fisik sempurna seperti yang telah dibentuk oleh majalah ELLE melalui media. Bahkan, jika kita teliti lebih dalam lagi mengenai sebuah visualisasi, itu hanyalah sebuah permainan dari teknologi, karena belum tentu penampilan fisik asli si model sesempurna yang ditampilkan oleh majalah ELLE tersebut. Kita dapat menyebutnya sebagai gambar yang telah diedit agar terlihat sempurna. Jika kita cermati editing gambar sempurna yang terlalu berlebihan dapat membuat ketidakpercaya diri bagi kaum wanita, mereka menjadi tidak menghargai apa yang telah dianugerahkan Tuhan oleh mereka. Salah satunya, Valeria Lukyanova yang rela operasi plastik beberapa kali hingga menghabiskan ratusan juta dollar demi menciptakan tubuhnya layaknya seperti boneka Barbie yang identik mempunyai ciri-ciri, bertubuh langsing, berdada besar, berambut lurus, berkulit putih, bermata indah, dan lain sebagainya.
            Padahal jika kita cermati cantik atau sempurna tidaklah harus seperti memiliki ciri seperti diatas, selama kita memiliki tubuh yang terawat dan bersih dapatlah kita katakan sebagai cantik. Memiliki tubuh terawat dan bersih juga tidaklah membutuhkan biaya kesalon atau ke toko pakaian mahal, tampilan sederhana juga dapat dilihat cantik oleh banyak orang. Orang berkulit hitam atau coklat pun juga dapat tampil atau terlihat cantik dengan berdandan selama mereka dapat mencocokan make-up dengan warna kulit mereka dan menata rambut mereka secara natural. Selain itu, ada beberapa pakar yang menyebutkan bahwa orang yang tidak berkulit putih memiliki keuntungan dengan terhindar dari bahayanya kanker kulit dibandingkan orang berkulit putih. Bahkan sekarang juga telah banyak artis-artis Hollywood yang memandang berkulit gelap itu eksostis, dan ada beberapa sumber bahwa penggelapan kulit di negara barat lebih mahal harganya dibandingkan dengan pencerahan kulit.

DAFTAR PUSTAKA
Barker, Chris. (2004). Cultural Studies: Teori dan Praktek. Yogyakarta: Kreasi Wacana.


Komentar

Postingan Populer