TEORI PR: Teori Karl Marx dan Aplikasi dalam Public Relations

Asumsi-Asumsi Dasar Teori Karl Marx
Pusat teori Marx tentang materialisme historis adalah konsep-konsep seperti kaum proletar, sosialisme, komunisme, perjuangan kelas, kediktatoran proletariat, dan keterasingan, sejauh mana individu didominasi oleh kekuatan ciptaan mereka sendiri yang menghadapi mereka sebagai kekuatan asing (Seaman 1959; Mutz 1987). Hidup Marx bertepatan dengan industrialisasi Eropa, yang ditandai dengan meningkatnya kendali umat manusia atas alam, dengan efikasi (kemampuan yang dirasakan dari seorang individu untuk melakukan kontrol atas masa depannya sendiri), dan dengan pengendalian internal. Wajar bahwa Marx mengidentifikasi keterasingan sebagai konsep kunci dalam aparatur teoretisnya.
Marxisme adalah keyakinan bahwa kondisi materi seperti kekuatan ekonomi menentukan perubahan sosial di masyarakat. Marxisme juga disebut materialisme historis, karena bersandar pada analisis historis materialisme (yaitu, ekonomi) dan didasarkan pada determinisme ekonomi. Materialisme historis adalah nama yang diberikan kepada doktrin Marx tentang evolusi masyarakat manusia, yang didorong oleh perkembangan material yang bagus (Ruiz 1979, p. 150). Marxisme klasik berpandangan bahwa factor ekonomi adalah penggerak dari seluruh kegiatan. Meningkatkan kontrol manusia atas alam, seperti pertumbuhan daya pabrik dan produksi industri, mengarah ke perkembangan kekuatan produktif dan perubahan dari masyarakat budak sistem feodal ke masyarakat kapitalis menuju sosialisme komunisme.
Menurut Marx, penindasan kelas sosial dan transisi ke sistem tanpa kelas dan tanpa kewarganegaraan yang dibawa oleh kediktatoran proletariat, yang merupakan situasi sementara. Sosialisme adalah doktrin bahwa perjuangan untuk pemerataan kekayaan dapat dicapai dengan menghilangkan kepemilikan pribadi dan kelas penguasa eksploitatif dan menggantinya dengan kepemilikan publik (Ruiz 1979, p. 152). Komunisme adalah tahap materialisme historis mengikuti sosialisme ketika kelas sosial tidak ada lagi. Tujuan kesetaraan sosial ekonomi tersirat dalam Marx itu kalimat yang terkenal, yang ditulis pada tahun 1875: "Masing-masing menurut kemampuannya, untuk setiap orang sesuai dengan kebutuhannya." Komunisme benar, berdasarkan doktrin materialisme historis Marx dan Engels, tidak ada dalam arti bahwa perjuangan kelas belum berakhir di negara-negara "komunis" seperti Cina dan Kuba. Meskipun identifikasi diri mereka sebagai komunis, negara-negara ini sebenarnya sosialis.
"Mengapa mempelajari perilaku manusia? Menurut Karl Marx, dalam rangka untuk mengubah dunia. Masih lebih tepatnya, untuk mengembangkan teori-teori yang berguna untuk manusia berjuang untuk menciptakan dunia yang lebih baik" (Benson 1979, p. 189). Marx menawarkan teori makro-tingkat perubahan sosial yang ia berharap akan mengarah ke masyarakat yang lebih egaliter, marxisme menjelaskan perubahan sosial pada tingkat masyarakat, dan tidak hanya melalui agregasi perubahan tingkat individu. Dengan demikian, marxisme adalah di makro, bukan pada mendatang daripada sosial-psikologis. Marxis percaya bahwa masyarakat membutuhkan perubahan sosial yang besar karena masyarakat tidak sempurna dan harus diubah. Ini sudut pandang pesimis dan radikal menempatkan mereka di sisi kiri dari kontinum keyakinan politik.
Marx mengusulkan proposisi dasar: "Dalam masyarakat akses terhadap sumber daya dasar yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidup selalu menciptakan budaya yang menimbulkan konflik sosial yang signifikan dari beberapa jenis" (Benson 1979, p. 191). Perhatikan ideologi normatif tersirat dalam proposisi ini: bahwa ketidaksetaraan dan konflik sosial yang tidak diinginkan. Tersirat di sini juga adalah sifat kritis marxisme. Lanjut, seseorang dapat mendeteksi implikasi dari seleksi alam Darwin dan perjuangan untuk eksistensi sebagai elemen penting dari teori marxis.
Hasil dari teori historis Karl Marx pada masyarakat antara lain :
  • Masyarakat feudalisme, dimana faktor-faktor produksi berupa tanah pertanian dikuasai oleh tuan-tuan tanah.
  • Pada masa kapitalisme hubungan antara kekuatan dan relasi produksi akan berlangsung, namun karena terjadi peningkatan output dan kegiatan ekonomi, sebagaimana feudalisme juga mengandung benih kehancurannya, maka kapitalisme pun akan hancur dan digantikan dengan masyarakat sosialis.
  • Masa sosialisme dimana relasi produksi mengikuti kapitalisme masih mengandung sisa-sisa kapitalisme.
  • Pada masa komunisme, manusia tidak didorong untuk bekerja dengan intensif uang atau materi.

Menurut Karl Marx dalam komoditas dan kelas dapat dibagi menjadi dua kelas, yaitu:
  1. Kaum kapitalis (borjuis) yang memiliki alat-alat produksi.
  2. Kaum buruh (proletar) yang tidak memiliki alat-alat produksi, ruang kerja, maupun bahan-bahan produksi.
Asumsi dasar teori konflik Karl Marx :
  • Setiap orang punya kepentingan dan ketertarikan yang berbeda bahkan bertentangan dengan orang atau kelompok lain di masyarakat.
  • Sekelompok orang memiliki kekuatan lebih dibandingkan kelompok lainnya.
  • Interest dan kekuatan yang digunakan untuk mencapai interest tersebut dilegitimasi dengan sistem ide dan nilai-nilai yang disebut ideologi.

Marxisme percaya bahwa sisi material seperti kekuatan ekonomi dapat menentukan perubahan sosial masyarakat. Dimana menjadikan terbentuknya kelas dominan dan sub ordinat. Kelompok dominan akan cenderung memaksakan aturan, nilai dan norma pada kelompok sub ordinat demi memperthankan struktur sosial yang menguntungkan kelompoknya.
Perbedaan kelas sosial, yang dihasilkan dari cara produksi, menyebabkan akses terhadap sumber daya dalam sistem. Marx percaya bahwa proletariat, kelas sosial yang bertahan hidup dengan cara menjual tenaga kerjanya, berasal dari revolusi industri di Inggris. Ia mengatakan bahwa kaum proletar, terdiri dari pekerja pabrik industri, yang membutuhkan masyarakat kapitalistik dalam jumlah besar, berfungsi sebagai kelas sosial universal. Dengan menyatukan, proletariat bisa mendapatkan kekuatan yang dibutuhkan untuk mengubah masyarakat. Unifikasi tersebut tergantung pada membentuk kesadaran kelas proletar, yaitu, identifikasi diri sebagai memiliki peran umum dalam masyarakat. Ia berpendapat bahwa pekerja industri tidak mengembangkan kesadaran kelas proletar karena kaum borjuis kapitalis menguasai alat produksi mental (seperti seni dan media massa) dalam masyarakat, sehingga menciptakan kesadaran palsu di kalangan proletariat. Marxis percaya bahwa media massa milik suprastruktur masyarakat, dan bahwa konten media massa didominasi oleh hubungan kelas sosial. Media memperkuat nilai-nilai dominan masyarakat dan terutama antirevolusioner dan antiperubahan. Sehingga media massa sering dikritisi oleh marxis dan dengan neo-marxis, termasuk sekolah kritis komunikasi.
Teori Marxist cenderung menekankan kepada peran media massa dalam perkembangbiakan status quo yang membedakan dengan paham liberal dan menekankan peran media dalam mengembangkan kebebasan berbicara. Biasanya, pandangan Marxian tergantung pengaruh media dalam suatu pengembangan dan perluasan operasi yang menyangkut dugaan ideologi. Pandangan Marxist terhadap media adalah media massa dimiliki oleh kalangan borjuis saja dan dioperasikan untuk kepentingan kelas mereka.
Frankfurt School memfokuskan pada ideologi yang membantu untuk mengikis ekonomisme dan pengendalian kaum penguasa terhadap segala sesuatu dengan paham kapitalisme mereka. Frankfurt School memandang pesimis terhadap media massa, dikarenakan media massa ‘sering’ digunakan untuk memantapkan control terhadap masyarakat terutama oleh kelas-kelas penguasa. Yang menjadi isu utama dari Frankfurt School adalah Siapa yang memiliki dan mengendalikan media massa? serta Siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan dengan adanya pengendalian media massa? Frankfurt School melihat kekuatan-kekuatan ekonomi yang dimiliki dan dikendalikan oleh kaum penguasa, telah menentukan perubahan-perubahan sosial di dalam masyarakat. Hal ini sejalan dengan salah satu pandangan Marxist yaitu teori Determinisme Ekonomi.
Teori yang di bawa oleh Karl Marx ini menyoroti aspek-aspek yang dimiliki manusia seperti self-productive secara sosial dan perlunya pertimbangan wawasan kritis yang mencakup budaya, politik, ekonomi, dan aspek-aspek dalam proses tersebut. Marxisme turut berpatokan pada sifat dasar manusia sebagai pembangun asumsi-asumsi dasarnya. Menurut marxisme, pada dasarnya manusia bersifat berhubungan (relational) dan beriorientasi pada proses (process oriented), hal ini di didukung oleh argumen Marx bahwa manusia sekiranya bertindak karena adanya proses sosial yang saling berhubungan (Rupert, 2007:150). Hal itu menandakan bahwa manusia bukanlah makhluk yang egois. Rupert menjelaskan adanya tiga jenis hubungan manusia dalam kehidupan, yakni hubungan manusia dengan alam, yang mengindikasikan bahwa manusia adalah makhluk materialisme yang akan berusaha memenuhi kebutuhannya dengan memanfaatkan persediaan alam guna bertahan hidup; relasi sosial dan institusi, yang menginidikasikan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa terlibat dalam aktivitas produktif yang terstruktur secara sosial; serta hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dimana manusia merupakan produk dari sejarah yang turut berkesempatan mempelajari proses sejarah dengan memperbaiki kualitas diri sendiri dengan berubah ataupun yang lainnya. Berkaitan dengan kehidupan sosial manusia sebagai proses hubungan, Marx menyuguhkan dialektika pemahaman sejarah, dimana manusia adalah makhluk sejarah yang memproduksi sejarah serta menjadi produk proses sejarah (Rupert, 2007: 151). Proses ini dipahami pula sebagai dialektika agen dan struktur. Agen sendiri adalah aktor sosial yang berperan dalam hubungan sosial dan struktur merupakan penentu peran aktor tersebut.

Berbagai asumsi dasar yang berpatokan pada sifat dasar manusia yang diusung oleh kaum Marxist juga hadir untuk mengkritisi era kapitalisme di Eropa pada abad ke-19. Kapitalisme sendiri dapat dipahami sebagai sistem sosial dimana lingkup ekonomi diprivatisasi dan terdepolitisasi, serta menghendaki adanya kelas-kelas dalam masyarakat (Rupert, 2007:154). Terdapat dua kelas dalam masyarakat dalam sistem kapitalisme, yakni kaum borjuis sebagai kelompok pemilik modal dan penguasa sumber produksi; dan kaum proletar yakni kaum yang tidak memiliki modal dan tidak menguasai sumber produksi, sehingga satu-satunya sumber penghasilan mereka adalah jasa yang dapat diberikan untuk kaum borjuis. Maka, politik menjadi terbatas pada kaum-kaum tertentu, yakni kaum borjuis, sebaliknya marxisme membuka pemikiran baru akan adanya penghapusan kelas-kelas yang dinilai hanya membatasi politik. Menurut marxisme, sistem kapitalisme dinilai disabling, eksploitatif, dan tidak demokratis. Disabling, karena pada dasarnya kaum kapitalisme secara langsung mendistorsi kehidupan sosial dan memunculkan ketidakjelasan kemungkinan self-determination­ secara sosial (Rupert, 2007:152). Eksploitatif, karena sistem kapitalisme hanya memanfaatkan kaum proletar yang pada dasarnya berjasa besar dalam memproduksi produk dan secara tidak langsung membeli produk-produk yang telah mereka hasilkan dari kaum borjuis untuk pemenuhan kebutuhan. Kepemilikan sumber produksi oleh kaum  borjuis secara pribadi telah mengeliminasi kemungkinan bagi kaum proletar untuk berkembang. Terakhir ialah tidak demokratis. Sistem kapitalisme dipahami pada segi sejarah, dalam era feodal, kaum borjuis (bangsawan) secara koersif mengambil alih perekonomian dan perpolitikkan, dimana pemerintah juga bergantung pada pihak swasta, sehingga terlihat jelas bahwa sistem kapitalis yang berkembang sangatlah tidak demokratis. Dalam penjabaran asumsinya, marxisme berpendapat bahwa sistem kapitalisme ini dapat meluas menjadi kolonialisme dan imperialisme.

Aplikasi Asumsi-Asumsi Dasar Teori Karl Marx dalam Aktivitas Public Relations
Berdasarkan asumsi-asumsi dasar teori Karl Marx yang dikemukakan di atas, maka aplikasinya dalam aktivitas public relations sebagai berikut:
Asumsi mengenai marxisme yang menjelaskan perubahan sosial pada tingkat masyarakat, dan tidak hanya melalui agregasi perubahan tingkat individu. Dalam hal ini, public relations harus bisa melakukan perubahan sosial di dalam masyarakat berupa upaya untuk menciptakan opini publik yang menguntungkan semua pihak. Dengan cara menyebarkan informasi-informasi dari organisasi/lembaga kepada publik den kemudian menyalurkan opini publik yang terbentuk di masyarakat kepada organisasi.
Terdapat ideologi normatif tersirat dalam proposisi ini: bahwa ketidaksetaraan dan konflik sosial yang tidak diinginkan. Tersirat di sini juga adalah sifat kritis marxisme. Lanjut, seseorang dapat mendeteksi implikasi dari seleksi alam Darwin dan perjuangan untuk eksistensi sebagai elemen penting dari teori marxisAsumsi tersebut merepresentasikan peranan public relations, yakni pencitraan atau proses mengkomunikasikan perusahaan/organisasi agar citra organisasi tersebut positif di mata publik. Menciptakan citra perusahaan/lembaga merupakan tujuan (goals) akhir dari suatu aktivitas PR. Peranan public relations mencakup bidang yang luas menyangkut hubungan dengan berbagai pihak, bagaimana meningkatkan kesadaran, pengertian dan pemahaman tentang aktivitas perusahaan/lembaga, termasuk membentuk sikap yang menyenangkan, iktikad baik (good will), dan pada akhirnya akan menciptakan citra baik (good image).
Menurut marxisme, pada dasarnya manusia bersifat berhubungan (relational) dan beriorientasi pada proses (process oriented), hal ini di didukung oleh argumen Marx bahwa manusia sekiranya bertindak karena adanya proses sosial yang saling berhubungan (Rupert, 2007:150). Public relations berupaya membangun dan membina hubungan (relationship) yang positif, harmonis, serta saling menguntungkan antara lembaga dengan pihak publik sebagai target sasaran, yaitu publik internal dan publik eksternal. Khususnya dalam menciptakan rasa saling mempercayai dan saling memperoleh manfaat bersama antara lembaga dan publiknya.
Aplikasi teori Karl Marx dalam Public Relations bisa dikategorikan dalam fungsi pemahaman. Teori karl marx memberi pemahaman untuk melihat perbedaan kelas social dan konflik. Bagaimana teori ini mengajarkan seorang Public Relations untuk selalu optimis terhadap apa yang dikerjakan, meskipun sedang tersangkut sebuah konflik ataupun masalah sehingga tujuannya dapat tercapai. Aktivitas Public Relations  itu sendiri salah satunya adalah menumbuhkan hubungan baik antar segenap komponen sebuah organisasi dalam rangka memberikan pengertian, menumbuhkan motivasi, menggiatkan partisipasi dengan tujuan menumbuhkan dan mengembangkan relasi, pengertian dan kemungkinan baik antara organisasi dengan publiknya atau sebaliknya yang menguntungkan kedua belah pihak.
Dalam penerapan teori Karl Marx dalam aktivitas Public Relations bisa dicontohkan pada hubungan internal dalam aktivitas Public Relations yang terjadi. Misalnya dalam sebuah organisasi antara atasan dan bawahan harus saling bekerja sama, bisa dengan cara menghilangkan kelas-kelas sosial yang akan menghambat kinerja sebuah organisasi. Agar terjadi suatu hubungan timbal balik serta terwujudnya sikap terbuka antara atasan dan bawahan dalam sebuah organisasi  yaitu dengan menggunakan komunikasi dua arah. Dengan cara tersebut dimungkinkan terjalin kekuatan relasi secara intern yang mana berguna untuk memaksimalkan kinerja setiap individu yang berperan dalam organisasi tersebut. Selain itu teori ini juga mengantarkan seorang praktisi Public Relations untuk memberikan nilai ekonomi pada perusahaan. Apabila tujuan PR untuk menciptakan citra yang baik dan mengatasi masalah maka nilai ekonomi akan naik dan secara tidak langsung akan memberi pandangan kepada public bahwa perusahaan tersebut mempunyai reputasi yang tinggi.

Komentar

Posting Komentar

Comment

Postingan Populer