KOMUNIKASI ORGANISASI: Kekuasaan dan Pemberdayaan dalam Organisasi
- Kekuasaan bersifat menghancurkan, menghasilkan,
dan menyatukan. Kekuasaan destruktif adalah kekuasaan untuk potensi
menghancurkan dan mengancam.
- Kekuasaan produktif atau menghasilkan bersifat
ekonomik dan meliputi kekuasaan untuk menghasilkan dan menjual.
- Kekuasaan integratif berarti mendorong kesetiaan,
menyatukan orang bersama dan mampu menggerakkan orang kearah tujuan
bersama. Menurut boulding kekuasaan integratif adalah bentuk kekuasaan
yang paling dominan. (Boulding)
Contoh Kasus:
Ketika
saya menjadi ketua dalam suatu komunitas organisasi. Didalam komunitas itu
mempunyai banyak peraturan yang harus dipatuhi oleh setiap individu-individu
yang ada. Salah satu contoh peraturannya adalah:
"Saya memerintahkan kepada anggota-anggota yang
tergabung didalam komunitas saya untuk selalu berkumpul di tempat yang telah
ditentukan dalam satu minggu sekali. Peraturan ini wajib dijalankan walaupun
saya mengetahui mereka mempunyai acara atau kegiatan, Tetapi saya tidak peduli
hal itu karena disini saya sebagai ketua komunitas organisasi berhak dan
berkuasa membuat peraturan."
Pada dasarnya
organisasi mempunyai sifat
berusaha memenuhi beberapa jenjang
keteraturan tertentu sehingga dapat bertahan dan mencapai
tujuannya. Ini berarti organisasi harus dapat mengajak anggotanya bersikap
dengan cara-cara yang bermanfaat
bagi organisasi. Ini
dapat meliputi suatu keteraturan (order)
yang dirundingkan, tetapi
pengaturan manusialah yang melibatkan pelaksanaan kekuasaan.
KONSEP KEKUASAAN DAN ORGANISASI
Klasifikasi Kekuasaan
Ada
lima kategori sumber kekuasaan sosial yang diidentifikasi oleh psikolog John
French dan Bertram Raven diantaranya:
Kekuasaan
Penghargaan (Reward Power)
Sumber
kekuasaan ini didasarkan pada kemampuan orang untuk mengontrol sumber daya dan
memberi penghargaan kepada orang lain. Selain itu, orang yang diberdayakan
harus menghargai jenis penghargaan ini. Dalam konteks organisasi, manajer harus
mempunyai penhargaan potensial, seperti peningkatan gaji, promosi, informasi
berharga, umpan balik, dan penghargaan lain yang tersedia untuk mereka. Dalam
konteks pembelajaran operant, hal ini berarti, manajer mempunyai kekuasaan
untuk melaksanakan dorongan yang positif dalam konteks motivasi harapan, hal
ini berarti orang yang mempunyai kekuasaan untuk menyediakan valensi positif
dan orang lain menilai kemampuan tersebut.
Kekuasaan Koersif (Coersive
Power)
Sumber kekuasaan ini
tergantung pada ketakutan. Orang dengan kekuasaan koersif mempunyai kemampuan
untuk menimbulkan konsekuensi hukuman atau aversif pada orang lain, atau paling
tidak melakukan apa yang diyakini orang lain
akan menghasilkan hukuman atau hasil yang tidak diinginkan. Dalam konteks
organisasi, manajer sering mempunyai kekuasaan koersif dimana mereka dapat
memecat atau menurunkan orang yang bekerja pada mereka, atau memotong gaji
mereka.
Kakuasaan
legitimasi hampir serupa dengan otoritas dan berhubungan dekat dengan kekuasaan
penghargaan dan koersif karena orang dengan legitimasi juga berada dalam posisi
memberi penghargaan dan menghukum. Perbedaannya, kekuasaan legitimasi tidak
bergantung pada hubungan dengan orang lain, tetapi lebih kepada posisi atau
peranan yang dimiliki seseorang. Misalnya, orang memperoleh legitimasi
dikarenakan gelar mereka (kapten atau wakil presiden eksekutif) atau posisi
(tertua dalam keluarga atau pegawai dalam perusahaan) daripada kepribadian
mereka atau bagaimana mereka memengaruhi orang lain. Kekuasaan legitimasi
berasal dari tiga sumber utama:
- Nilai budaya yang kuat dan masyarakat, organisasi, atau kelompok menentukan apa itu legitimasi. Dalam konteks organisasi, manajer umunya mempunyai kekuasaan legitimasi karena karyawan meyakini nilai hukum property pribadi dan dalam hierarki dimana posisi lebih tinggi ditunjukkan dengan kekuasaan lebih pada orang yang posisinya lebih rendah.
- Orang dapat memperoleh kekuasaan legitimasi dari struktur social yang diterima.
- Kekuasaan legitimasi muncul dari tujuan sebagai agen, representatif, atau kelompok berkuasa. Karyawan yang dipilih, pimpinan komisi dan anggota dewan direksi dari perusahaan atau serikat kerja atau komisi manajeman merupakan contoh dari bentuk kekuasaan legitimasi.
Jenis kekuasaan ini
berasal dari hasrat sebagian orang untuk dikenal agen yang memegang kekuasaan. Mereka
ingin dikenal tanpa memerdulikan hasil. Orang memberi
kekuasaan karena mereka menarik dan mempunyai sumber daya atau karakteristik
kepribadian yang diinginkan. Orang periklanan mengambil keuntungan dari jenis
kekuasaan ini saat mereka memakai selebritis, seperti bintang film atau tokoh
olah raga untuk memberikan kesaksian mengenai suatu produk. Orang awam yang
membeli produk tersebut mengenal model iklan dan mempunyai kekuasaan untuk
menginformasikan produk apa yang akan dibeli.
Dalam
konteks organisasi, kekuasaan referen jauh berbeda dari jenis kekuasaan lain. Misalnya,
manajer dengan kekuasaan referen harus menarik bagi karyawan mereka sehingga
karyawan mau mengenal manajer tanpa memedulikan apakah manajer mempunyai
kemampuan untuk memberi penghargaan atau hukuman atau apakah mereka mempunyai
legitimasi.
Didasarkan pada seberapa orang mempunyai atribut pengetahuan dan keahlian
untuk memegang kekuasaan. Contoh, pelatih sepak bola yang terkenal memberikan
nasihat pada beberapa pemain muda, pelatih tersebut akan didengarkan karena dia
memiliki kekuasaan keahlian dan pengetahuan dalam bidang sepak bola. Dalam
organisasi, staf spesialis mempunyai kekuasaan keahlian dalam area fungsional
mereka, tetapi tidak diluar area tersebut. Misalnya, insinyur diberikan
kekuasaan keahlian dalam masalah produksi, tetapi tidak dalam masalah personalia
atau humas.
Kemampuan memengaruhi target
kekuasaan
Hubungan
kekuasaan dapat dipahami dengan lebih baik dengan memeriksa beberapa
kerakteristik target. Berikut beberapa karakteristik yang dinilai penting untuk
kemampuan target untuk dapat memengaruhinya.
- Dependensi. Semakin besar dependesi target dalam hubungannya dengan agen (misalnya, saat target tidak dapat membebaskan diri dari hubungan, tidak menilai adanya alternatif, atau menilai penghargaan agen sebagai keunikan), semakin banyak target yang dipengaruhi.
- Ketidakpastian. Eksperimen menunjukkan bahwa semakin tidak pasti seseorang mengenai perilaku yang benar atau pantas, semakin mereka terpengaruh untuk mengubah perilaku tersebut.
- Kepribadian. Kepribadian juga memengaruhi bagaimana seseorang memperoleh dan menjalankan kekusaaan itu sendiri. Kepribadian yang baik akan sangat menunjang tampilan seseorang dimata orang lain dalam organisasi.
- Intelegensi. Tidak ada hubungan yang sederhana antara intelegensi dan kemampuan memengaruhi. Contohnya, orang yang berintelegensi tinggi mungkin bisa mendengarkan, tetapi karena mereka juga memiliki penghargaan diri yang tinggi, mereka tidak mudah dipengaruhi.
- Gender. Seiring dengan pandangan perempuan dan masyrakat mengenai perubahan peran perempuan, kemampuan memengaruhi yang dibedakan karena gender semakin berkurang.
- Umur. Psikolog social secara umum menyimpulkan bahwa kemampuan untuk bertahan terhadap pengaruh meningkat pada anak-anak usia delapan atau Sembilan tahun kemudian menurun pada usia remaja. Pada saat itu level berhenti.
- Budaya. Nilai-nilai budaya dalam masyarakat jelas mempunyai pengaruh yang luar biasa terhadap anggotanya. Misalnya budaya barat menekankan individualitas, perbedaan pendapat dan keberagaman yang cenderung menurunkan kemampuan memengaruhi sedangkan di Asia menekankan kohesivitas, kesepatan, dan keberagaman, yang akan semakin meningkatkan kemampuan memengaruhi.
PEMBERDAYAAN ORGANISASI
Perberdayaan adalah mengakui dan
menggali untuk kepentingan organisasi, kekuasaan yang ada pada seseorang oleh
karena pengetahuan mereka yang berguna dan motivasi internal di dalam diri
mereka. Pemberdayaan adalah otoritas dalam membuat keputusan di area tanggung
jawab seseorang tanpa meminta persetujuan orang lain.
Program pemberdayaan bisa
mentransformasi organisasi yang beku menjadi organisasi yang hidup dengan
menciptakan “pembagian tujuan antarkaryawan, mendukung kolaborasi yang bagus
dan menyampaikan nilai-nilai yang baik kepada pelanggan”. Dengan demikian,
organisasi harus bisa mengatasi penghalang-penghalang tertentu, seperti ketidaksabaran,
kontradiksi antara penghargaan dan model perilaku. Agar ini bisa terjadi,
pemberdayaan harus tertanam dalam nilai-nilai budaya organisasi yang
dioperasionalisasikan melalui partisipasi, inovasi, akses ke informasi, dan
akuntabilitas.
Implikasi dan akses Informasi
Pemberdayaan membawa inovasi karena
karyawan mempunyai otoritas untuk mencoba ide baru dan membuat keputusan yang
menghasilkan sebuah cara baru untuk melakukan banyak hal. Ketika karyawan diberi akses
informas sebagai bagian vital dalam pemberdayaan, mereka lebih bersedia bekerja
sama. Dengan nilai budaya “open book” dan
teknologi intranet, karyawan diberi wewenang memiliki semua informasi dan
pengetahuan organisasi yang tersedia untuk melaksanakan tugas seefektif
mungkin.
Akuntabilitas dan tanggung jawab
Meskipun karyawan diberdayakan untuk
membuat keputusan yang mereka percayai sehingga memberi keuntungan untuk
organisasi, hasilnya juga harus dapat diandalkan dan bertanggung
jawab. Pertanggungjawaban ini bukan untuk menghukum suatu kesalahan atau
menghasilkan sesuatu yang segera dapat dilihat atau hasil jangka pendek. Namun,
tujuannya adalah untuk memastikan bahwa mereka melakukan usaha terbaik mereka,
bekerja berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan dan melakukan tanggung jawab
satu sama lain. Pemberdayaan karyawan akan menaikkan tingkat kepercayaan dalam
organisasi, karyawan yang diberdaya akan merasa bahwa “kita bersama-sama berada
didalamnya.” Dan sikap mereka menjadi penuh tanggung jawab.
Dinamika
Komunikasi Organisasi
Gagasan komunikasi
mula-mula (tradisional) adalah melihat komunikasi
sebagai alat atau
transmisi. Komunikasi meniik beratkan
pada gagasan pengiriman,
penyebaran, dan pemberian informasi
kepada orang lain
untuk tujuan mengendalikan. Ada
gagasan lain yang mengemukakan bahwa komunikasi
bukan hanya alat
tetapi sebagai sarana
pikiran yaitu komunikasi dipakai
untuk maksud tertentu
seperi memberi instruksi, membujuk atau memperoleh kekuasaan. Dua gagasan
yang berbeda tersebut
pening untuk mengantarkan pemahaman
tentang komunikasi organisasi dan kekuasaan.
Yang pertama
komunikasi dipandang sebagai mekanisme kekuasaan,
dalam konteks organisasi komunikasi
digunakan untuk menentukan
tujuan, norma dan perilaku organisasi.
organisasi dapat dipandang sebagai suatu sarana kekuasaan.
Manusia memiliki kekuasaan, melaksanakannya melalui komunikasi dan menciptakan tindakan yang terorganisir.
Hal kedua komunikasi
dipandang sebagai kekuasaan karena kemampuannya untuk menentukan hasil,
pengetahuan, keyakinan, dan tindakan. Manusia bertindak berdasarkan informasi
yang ada serta
pilihan atau alternaif yang
disediakan oleh informasi
tersebut. Kekuasaan digunakan melalui alternaif yang disediakan dan
cara alternatif tersebut diberikan.
Sebagai contoh misalnya organisasi memberikan kesempatan anggotanya
membuat keputusan tetapi tidak bebas sama sekali melainkan memberikan pedoman
atau kriteria yang harus dipenuhi dalam setiap pengambilan keputusan tersebut.
KEKUASAAN, KOMUNIKASI, DAN PEMBERDAYAAN
Bagian penting pemberdayaan adalah pengenalan
kondisi-kondisi yang membangkitkan perasaan tidak berdaya. Dalam organisasi,
manusia merasa tidak berdaya bila mereka tidak memiliki akses
kepada informasi yang mempengaruhi pekerjaan dan kesejahteraan
mereka. Konsep pemberian kekuasaan atau pemberdayaan (empowerment) memiliki beberapa
dimensi. Conger dan Kanungo menyatakan bahwa pemberdayaan dapat ditinjau dari
aspek relasional dan motivasional.
- Aspek relasional menegaskan kepada masalah pembagian kekuasaan antara manager dan bawahan. Ada usaha untuk melonggarkan hirarki dan menekankan pemecahan masalah bersama-sama.
- Aspek motivasional merujuk pada kebutuhan hakiki pada suatu keyakinan dan kemampuan pribadi. Melalui teknik ini, pegawai merasa memiliki kekuasaan. Jadi memberdayakan dalam arti motivasional di sini adalah mempercayai kemampuan setiap orang yang mencakup kebutuhan dan hak setiap orang untuk merasakan bahwa dirinya mampu berprestasi dan efekif. Untuk hal seperti ini ada resikonya yaitu kesalahan mungkin saja terjadi tetapi apabila mereka mampu mengatasi perasaan percaya atas kemampuan dirinya akan semakin kuat.
Diberdayakan dalam organisasi berarti mengetahui
argumentasi yang diterima serta
cara-cara yang diterima untuk menggunakanya. Dalam hal ini, berarti kita tidak
dapat lepas dari praktek komunikasi dalam organisasi meskipun dalam hal ini
praktek komunikasi sering diabaikan. Hal yang tidak kalah pentingnya dalam
bahasan pemberdayaan adalah masalah pengenalan kondisi yang membangkitkan perasaan tidak
berdaya. Dalam organisasi manusia akan merasa tidak berdaya apabila
mereka tidak memiliki
akses terhadap informasi yang
mempengaruhi pekerjaan dan kesejahteraan mereka. Sebagai contoh struktur birokrasi memiliki kondisi yang
mengarah pada rasa tidak
berdaya. Ambiguitas peranan, harapan terhadap peranan yang berlebihan serta konflik
juga merupakan faktor konstektual yang dapat menciptakan ketidakberdayaan. Oleh
karena itu pemberdayaan adalah memberikan kesempatan pada pegawai yang
memungkinkan pegawai menggunakan kemampuannya, disamping itu iklim komunikasi
yang aman, terbuka dan masuk akal harus diciptakan. Kondisi yang memungkinkan manusia
mengetahui peran mereka apakah pentingnya peranan tersebut bagi organisasi
secara keseluruhan serta memungkinkan keterlibatan bersama terhadap hasil merupakan cerminan lingkungan yang
melaksanakan pemberdayaan.
Dalam hal komunikasi dan pelaksanan
kekuasaan kita tidak perlu melihat
kekuasaan selalu dalam arti negatif. Kekuasaan itu positif dalam arti
bahwa ia dapat menyebabkan tujuan tercapai dan masalah terselesaikan. Kanter memandang
bahwa kekuasaan tidak sebagai dominasi hirarkis melainkan sebagai kemampuan untuk
menyelesaikan sesuatu organisasi harus mencerminkan penggunaan kekuasaan yang
bijaksana. Komunikasi dalam suatu organisasi harus mencerminkan penggunaan
kekuasaan yang bijaksana. Mempertahankan kekuasaan mungkin bergantung pada pengetahuan kapan untuk menggunakan kekuasaan
itu. Kekuasaan yang dilaksanakan secara bijaksana mungkin sama sekali tidak
digunakan. Misalnya, seorang pimpinan
mendelegasikan otoritas kepada bawahannya untuk melakukan suatu tugas,
komunikasi harus mendukung, yaitu
pimpinan setidaknya memberi memo, atau merinci tugas yang harus dikerjakan.
Komunikasi
dengan menempatkan posisi manusia lebih rendah adalah suatu wujud pelaksanaan kekuasaan. Ini
mengisyaratkan suatu hubungan yang
memaksakan dominasi tanpa sepengetahuan orang yang melakukannya, dan
mungkin tidak selalu disadari oleh orang
tersebut. Organisasi yang mendambakan inovasi, perubahan, dan andil maksimal
daripada anggotanya akan menjalankan komunikasi yang memberdayakan semua
anggotanya. Kekuasaan dapat menjadi kekuatan positif bila dibagikan, dikembangkan
pada orang lain, dan digunakan secara bijaksana, yakni memperbolehkan pendapat yang beraneka ragam,
menumbuhkan kemampuan diri, saran-saran,
dan menjamin kondisi yang memberi kesempatan untuk saling mempengaruhi.
DAFTAR
PUSTAKA
Pace,
R.Wayne. 1998. Komunikasi Organisasi Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan (alih bahasa). Bandung: Rosda.
Gitosudarmo,
I., Chons, M.C. Sudita, I.N. (2000). Perilaku Keorganisasian. (1 st
ed.). Yogyakarta: BPFE.
Dale, M. 2003. Developing
Management Skill (Terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia.
Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Komentar
Posting Komentar
Comment