SISTEM KOMUNIKASI INDONESIA: Analisis Sistem Masyarakat Perkotaan

Jika dibandingkan dengan perkotaan, masyarakat pedesaan memiliki sistem komunikasi yang lebih baik dalam menjalin relasi dengan kerabat maupun orang lain. Pada umumnya, masyarakat desa dalam kehidupan sehari-hari masih identik dengan patuh pada tradisi dan adat-istiadat turun temurun. Disamping kuat dalam memegang teguh norma dan adat-istiadat, sistem religi masyarakat desa dalam perkembangannya masih kental dengan budaya animisme, meski saat ini terjadi pergeseran yang cukup besar karena adanya kemajuan teknologi. Pada masyarakat pedesaan interaksi sosial yang ada di masyarakat pedesaan dapat berupa sambatan atau tolong-menolong. Pada masyarakat modern interaksi sosial seperti itu telah mulai memudar. Proses dan interaksi di pedesaan dapat kita lihat dari kegiatan kerja atau mata pencaharian mereka, sistem tolong menolong, jiwa gotong royong, musyawarah. Tenaga kerja  yang bekerja untuk membantu tetangganya tidak disewa melainkan hanya diberi makan dan dilakukan dengan suka rela. Gotong royong dilakukan terkait keperluan umum seperti perbaikan jalan, irigasi, perbaikan pemakaman dan kegiatan lain yang berkaitan dengan kepentingan bersama. Musyawarah, kebiasaan rembuk desa dilakukan dalam mengambil keputusan tentang pembangunan desa, kegiatan itu biasanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan yang tidak mungkin dapat diselesaikan sendiri.
Dengan perkembangan ilmu dan teknologi kontak sosial dewasa ini tidak hanya diartikan dengan hubungan fisik. Teknologi komunikasi dan informasi telah dapat mengubah bentuk kontak tidak hanya badaniah, tidak hanya diartikan sebagai pertemuan dua orang yang kemudian berkomunikasi akan tetapi lebih luas menyangkut peran teknologi. Akibatnya terjadi beberapa perubahan dalam masyarakat. Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai norma, nilai, pola-pola perilaku masyarakat, organisasi, susunan dan stratifikasi kemasyarakatan sebagai akibat dari dinamika masyarakat yang ditimbulkan dari kemajuan teknologi dan informasi. Hal tersebut sangat terlihat pada sistem komunikasi pada masyarakat perkotaan.
Penduduk kota sangat bervariasi atau heterogen baik dari segi etnis, lapangan pekerjaan, tingkat pendidikan, serta latar belakang agama maupun kebudayaan yg dianutnya. Hubungan sosialnya sangat kompleks, misal dari segi pekerjaan, warga kota sangat beraneka, mereka dapat berhubungan dengan banyak sekali orang disekitarnya dalam berbagai jenis pekerjaan yang dilakukan. Contoh, warga kota yang bekerja sebagai pramuniaga di sebuah toko swalayan, ia akan berhubungan dengan berbagai jenis tipe manusia yang berbeda pekerjaan dan bahasa mereka, kesibukan masing-masing warga kota dalam tempo waktu yang cukup tinggi dapat mengurangi perhatian mereka kepada sesamanya, termasuk anggota keluarganya sendiri. Sehingga hal itu dapat memicu sifat acuh atau berkurangnya rasa solidaritas sosial kelompok. Kepadatan penduduk kota yang begitu tinggi mengakibatkan warga kota dekat secara fisik tapi jauh dari segi sosial-psikologis, seolah-olah terjadi jarak sosial yang cukup dalam. Terjadi perbedaan yang seringkali sangat jauh tentang penilaian sosial karena adanya perbedaan status, kepentingan dan situasi serta kondisi kehidupan kota yang mungkin berbeda satu sama lain.
Akibat dari beberapa faktor diatas, masyarakat perkotaan cenderung memiliki sistem komunikasi yang tertutup dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Mereka lebih memilih untuk menggunakan gadget untuk berkomunikasi dengan orang lain ketimbang bertemu langsung, meskipun jaraknya cukup dekat. Rasa individualisme yang tinggi menyebabkan komunikasi yang terjalin tidak seerat seperti masyarakat pedesaan. Di pedesaan, meskipun jarak antar rumah masih terbilang sangat jauh, namun setiap orang dapat mengenal dan berkomunikasi dengan baik. Berbeda dengan masyarakat perkotaan, meskipun memiliki jarak yang cukup berdekatan antar rumah satu dengan yang lainnya karena kepadatan penduduknya, namun mereka tidak terlalu mengenal atau jarang berkomunikasi atau bahkan tidak saling kenal dengan tetangga yang berdekatan dengan rumah.
Dalam keluarga, komunikasi yang terjalin juga mungkin tidak seintens atau sesering masyarakat pedesaan. Adanya orang tua yang bekerja menimbulkan kurangnya aktivitas bersama keluarga sehingga mengurangi rasa saling menyayangi dan solidaritas dalam keluarga itu sendiri. Selain itu adanya pengaruh media massa juga mempengaruhi dalam kaitannya mengubah perilaku dan sikap anak-anak, sebagian anak-anak lebih suka untuk melawan orang tua, tidak patuh dan tidak hormat, memiliki pergaulan yang bebas bahkan cenderung kebablasan, banyaknya perilaku kriminal yang ditimbulkan akibat kurangnya didikan orang tua yang sibuk bekerja dan lain sebagainya.

Adanya teknologi yang berkembang pesat juga menyebabkan sikap acuh tak acuh timbul pada masyarakat perkotaan, kepedulian terhadap sesama bukanlah suatu hal yang dikatakan penting seperti yang terjadi pada masyarakat pedesaan. Masyarakat perkotaan lebih memilih untuk memperhatikan kebutuhannya dibandingkan kebutuhan orang lain yang ada disekitarnya. Keberadaan alat teknologi atau gadget menjadi sesuatu yang diagungkan di masyarakat perkotaan. Semuanya dilakukan dengan menggunakan teknologi untuk mempermudah dalam menjalani aktivitas.

DAFTAR PUSTAKA

Yuliati, Yayuk dan Purnomo, Mangku. 2003. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Ponok Pustaka Jogja.
Imam, Sapari Asy’ari. 1993. Sosiologi Kota dan Desa. Surabaya: Usaha Nasional. 

Komentar

Postingan Populer