METODE PENELITIAN KOMUNIKASI KUALITATIF: Etnografi
Apa itu Etnografi?
Margaret
Mead berkata, “Anthropology as a science
is entirely dependent upon field work records made bay individuals within
living societies.” (Antropologi sebagai sebuah ilmu pengetahuan secara
keseluruhan tergantung pada laporan-laporan kajian lapangan yang dilakukan
individu-individu dalam masyarakat-masyarakat yang nyata hidup).
Jadi
dapat saya simpulkan dari definisi tersebut bahwa belajar antropologi berarti
belajar tentang jantung dari ilmu antropologi, khususnya antropologi sosial.
Ciri-ciri khas dari metode penelitian lapangan etnografi ini adalah sifatnya
yang holistik-integratif, thick description, dan analisis kualitatif dalam rangka
native’s point of view. Teknik pengumpulan data yang utama adalah
observasi-partisipan dan wawancara terbuka dan mendalam, yang dilakukan dalam
jangka waktu yang relatif lama, bukan kunjungan singkat dengan daftar
pertanyaan yang terstruktur seperti pada penelitian survey.
Bagaimana sejarah Etnografi?
Asal mula etnografi
Etnografi
berkaitan dengan asal-usul ilmu antropologi. Antropologi, sebagai sebuah
disiplin ilmu, baru lahir pada paruh kedua abad ke-20, dengan tokoh-tokoh utama
seperti E.B Taylor, J. Frazer dan L.H Morgan. Usaha besar mereka adalah dalam
menerapkan teori evolusi biologi terhadap bahan-bahan tulisan tentang berbagai
suku bangsa di dunia yang dikumpulkan oleh para musafir penyebar agam Kristen,
pegawai pemerintah kolonial dan penjelajah alam.
Dengan bahasan terhadap
tulisan-tulisan tersebut mereka berusaha untuk membangun tingkat-tingkat
perkembangan evolusi budaya manusia dari masa manusia mula muncul ke muka bumi
sampai ke masa terkini. Menjelang kahir abad ke-19, muncul
pandangan baru dalam ilmu antropologi. Kerangka evolusi masyarakat dan budaya
yang disusun oleh para ahli teori terdahulu kini dipandang tidak realistik,
tidak didukung dengan bukti yang nyata. Dari sini kemudian muncul pemikiran
baru bahwa seorang antropolog harus melihat sendiri kelompok masyarakat yang
menjadi objek kajiannya, jika dia ingin mendapatkan teori yang lebih mantap.
Inilah asal mula pemikiran tentang perlunya kajian lapangan etnografi dalam
antropologi.
Teknik
etnografi utama pada masa awal ini adalah wawancara yang panjang, berkali-kali,
dengan beberapa informan kunci, yaitu orang-orang tua dalam masyarakat tersebut
yang kaya dengan cerita tentang masa lampau, tentang kehidupan yang “nyaman”
pada suatu masa dahulu. Orientasi teoritis para peneliti terutama berkaitan
dengan perubahan sosial dan kebudayaan. Pendeknya, tipe penelitian etnografi
pada masa awal ini adalah “informan oriented”, karena tujuannya adalah untuk
mendapatkan gambaran masa lalu masyarakat tersebut.
Etnografi Modern
Metode
etnografi modern baru muncul pada dasawarsa 1915-1925, dipelopori oleh dua ahli
antropologi sosial Inggris, A.R. Radcliffe-Brown dan B, Malinowski. Ciri
penting yang membedak mereka dari para etnografi awal adalah bahwa mereka tidak
terlalu memandang penting hal-ihwal yang berhubungan dengan sejarah kebudayaan
suatu kelompok masyarakat. Perhatian utama mereka adalah adalah pada kehidupan
masa kini yang sedang dijalani oleh anggota masyarakat, yaitu tentang way of
life masyarakat tersebut.
Untuk
dapat mencapai tujuan tersebut, sang peneliti tidak cukup hanya melakukan
interview dengan beberapa informasn tua, seperti yang dilakukan oleh para
etnografi awal, tapi yang lebih penting adalah melakukan observasi sambil
berpatisipasi dalam kehidupan masyarakat tersebut.
Kata etnogari berasal
dari bahasa Yunani, berarti sebuah deskripsi mengenai orang-orang atau, secara
harfiah, “penulisan budaya” (Atkinson, 1992). Dalam perspektif keilmuan, tipe
penelitian etnografi menurut Ember (1990) mengemukakan bahwa etnografi adalah
salah satu tipe penelitian antropologi budaya. Hal serupa dinyatakan oleh
Neuman (2002), yaitu bahwa etnografi muncul cari antropologi budaya. Istilah
etnografi berasal dari kata Ethnos (bangsa) berarti orang atau folk, sementara
Graphein (menguraikan) mengacu pada penggambaran sesuatu. Oleh karena itu
etnografi merupakan penggambaran suatu budaya atau cara hidup orang-orang dalam
komunitas tertentu. Etnografi adalah usaha untuk menjelaskan suatu budaya atau
suatu aspek dari budaya. Secara lebih khusus, etnografi berusaha memahami
tingkah laku manusia ketika mereka berinteraksi dengan sesamanya di suatu
komunitas. Singkatnya, etnografi berusaha memahami budaya atau aspek budaya
melalui serangkaian pengamatan dan interpretasi perilaku manusia, yang berinteraksi
dengan manusia lain.
Sarantakos
(1993) mengemukakan bahwa budaya merupakan konsep sentral dari etnografi.
Budaya dipelajari sebagai sebuah kesatuan. Entitas budaya adalah sistem yang
digunakan bersama oleh komunitas. Para anggota budaya ini mempelajari
unsur-unsur dan konfigurasinya melalui interaksi, serta dengan cara hidup dalam
budaya lain. Guna mencapai hal itu, kerja etnografer tidak dapat dilakukan di
tataran permukaan, ia perlu melakukan in-dept studies. Cara ini menjadi jaminan
kedalaman informasi yang diperoleh peneliti, sekaligus kedalaman penghayatan
atas pengalaman budaya yang dimiliki subjek penelitian.
Bagaimana Cara penerapan penelitian
etnografi?
Etnografi yang akarnya
antropologi pada dasarnya adalah kegiatan penelitian untuk memahami cara
orang-orang berinteraksi dan bekerja sama melalui fenomena teramati kehidupan
sehari-hari (Symon dan Casell, 1998). Ini berarti, sebagai sebuah disiplin
riset, etnografi didasarkan pada kultur konsep yang tersusun, menggunakan
kombinasi teknik-teknik pengamatan, wawancara dan analisis dokumen, untuk
merekam komunikasi dan perilaku orang-orang dalam latar sosial tertentu.
Etnografi menekankan pada budaya dan kekhasan orang-orang di dalamnya, yaitu
apa yang menjadi karakteristik dasar sebuah kelompok dan apa yang membedakan
mereka dengan kelompok lain. Disamping itu, etnografi mengandalkan keterlibatan
peneliti dalam kelompok atau komunitas selama jangka waktu tertentu di
lapangan. Lama tidaknya penelitian etnografi ini bergantung pada pemahaman
terhadap gejala yang diteliti. Penelitian bisa berlangsung dalam kurun waktu
singkat apabila hanya meliputi satu
peristiwa, misalnya meneliti tentang cara upacara perkawinan adat Betawi.
Sebaliknya, akan berlangsung dalam waktu yang lama bila hendak meneliti a sinle
society, masyarakat yang kompleks. Spradley (1979) menyarankan penggunaan
etnografi dilakukan bila peneliti ingin memahami dan belajar pada masyarakat.
Namun, tidak sekedar itu, masyarakat tersebut memiliki pola-pola perilaku dan
pola-pola untuk berperilaku tertentu yang memedakan masyarakat lain. Artinya,
budaya harus diberi “makna” yang lebih luas, sehingga etnografi bisa juga
digunakan dalam masyarakat yang kompleks, seperti kelompok-kelompok dalam masyarakat
kota yang memiliki subkultur tersendiri. Kelompok-kelompok itu bisa didasarkan
atas latar belakang etnis, agama, umur, atau profesi dan kelas sosial.
Para
etnografer mengamati dan mengajukan pertanyaan cara orang-orang berinteraksi,
bekerja sama, dan berkomunikasi termasuk dengan peneliti secara alamiah dalam
konteks kehidupan sehari-hari. Dalam etnografi, suatu kelompok (seperti
organisasi, departemen, tim proyek atau konsultan, maupun kelompok sosial)
digambarkan sebagai agregasi atau satuan soasil yang anggotanya bersama-sama
menciptakan realitas sosial mereka, dan memiliki serangkaian tindakan yang
dikoordinasikan di seputar realitas tersebut. Etnografi membawa peneliti
membenamkan diri ke dalam sebuah kelompok, organisasi, atau komunitas di lapangan
dalam jangka waktu yang lebih panjang. Etnografi bertujuan menguraikan suatu
budaya secara menyeluruh, yakni semua aspek budaya, baik yang bersifat material
seperti artefak budaya (alat-alat, pakaian, bangunan dan sebagainya) dan yang
bersifat abstrak, seperti pengalaman, kepercayaan, norma, dan sistem nilai
kelopok yang diteliti.
Etnografi
memanfaatkan beberapa teknik pengumpulan data, meskipun teknik utamanya adalah
pengamatan berperan serta (participant observation). Lindloff (1995)
mengemukakan etnografer tidak mengingkari teknik penelitian kuantitatif, mereka
juga sering menggunakan sensus dan prosedur statistik untuk menganalisis
pola-pola atau menentukan siapa yang menjadi sampel penelitian. Etnografer juga
terkadang menggunakan tes diagnostik, inventori kepribadian, dan alat pengukur
lainnya. Pendeknya, etnografer akan memanfaatkan metode apapun yang membantu
mereka mencapai tujuan etnografi yang baik. Penelitian etnografi
tidak saja berbentuk etnografi lengkap (comprehensive ethnography)
dimana mencatat satu total way of life atau memberikan satu
deskripsi utuh, lengkap dan mendetail tentang sistem sosial dan sistem
kebudayaan suatu suku bangsa dan topic oriented ethnography (monografi)
yang terfokuskan pada satu aspek tertentu, melainkan mulai beranjak kearah hyphothesis
oriented ethnography yang bertujuan untuk menguji hipotesa dan tidak
sekedar mendeskripsikan.
Langkah-langkah
etnografi menurut pemikiran James Spradley dikenal sebagai alur maju bertahap (Developmental
Research Sequences) terdiri atas dua belas langkah: (1) Menetapkan
informan; (2) Mewawancarai informan;(3) Membuat catatan etnografis; (4)
Mengajukan pertanyaan Deskriptif; (5) Menganalisis hasil wawancara; (6) Membuat
analisis domain; (7) Mengajukan pertanyaan struktural; (8) Membuat analisis
taksonomik; (9) Mengajukan pertanyaan kontras; (10) Membuat analisis komponen;
(11) Menemukan tema-tema budaya; (12) Menulis laporan etnografi. Sementara itu
riset LeCompte dan Schensul (1999) menuangkan langkah-langkah umum yang dapat
diterapkan sebagian besar tipe etnografi: (1) Temukan informan yang tepat dan
layak dalam kelompok yang dikaji; (2) Definsikan permasalahan, isu, atau
fenomena yang akan dieksplorasi; (3) Teliti bagaimana masing-masing individu
menafsirkan situasi dan makna yang diberikan bagi mereka; (4) Uraikan apa yang
dilakukan orang-orang dan bagaimana mereka mengomunikasikannya; (5)
Dokumentasikan proses etnografi; (6) Pantau implementasi proses tersebut; (7)
Sediakan informasi yang membantu menjelaskan hasi-lhasil riset.
Etnografi sebagai metode penelitian
Etnografi merupakan
metode yang memiliki posisi yang cukup penting diantara metode kualitatif.
Posisi penting etnografi dinyatakan oleh James Spradley, “ethnographic
fieldwork is the hallmark of cultural anthropology”. Ada dua pijakan teoritis
yang memberikan penjelasan tentang model etnografi, yaitu interaksi simbolik
dan fenomenologi. Teori interaksi simbolik, budaya dipandang sebagai sistem
simbolik dimana makna tidak berada dalam benak manusia, tetapi simbol dan makna
itu terbagi secara umum dan tidak mempribadi. Budaya adalah lambang-lambang
makna yang Budaya juga merupakan pengetahuan yang didapat seseorang untuk menginterpretasikan pengalaman dan menyimpulkan
perilaku sosial (Spradley, 1979). Penelitian etnografi dengan landasan
pemikiran fenomenologi adalah inti dari proses mediasi kerangka pemaknaan.
Hakekat dari suatu mediasi tertentu akan bergantung dari hakekat tradisi dimana
terjadi kontak selama penelitian lapangan (Michael H. Agar, 1986 dan Giddens
1976).
Teknik pengumpulan data lapangan dapat menggunakan
salah satu atau lebih yang termasuk dalam metode etnografi, yaitu observasi
partisipatif, in-depth interview, focus group discussion (FGD), dan life
history (Rejeki, 2004).
Apa perbedaan etnografi deskriptif
dan etnografi kritis?
Penelitian etnografis dapat dibedakan dari
karakteristiknya: (1) Deskriptif (konvensional, interpretatif) dan (2) kritikal
(mempertanyakan, emansipatif), yang diteliti adalah praktek-praktek sosial
dalam kaitannya dengan sistem dan budaya makro (Poerwandari, 2001). Etnografi
deskriptif mengungkap pola, tipologi, dan kategori. Salah satu karakteristik
laporan etnografi deskripsi padat (thick description) tidak hanya didapat
dari merekam apa saja yang dilakukan partisipan. Thick description merupakan
catatan pangalaman yang padat dan mendetail terhadap pengalaman, pola, dan
koneksi hubungan sosial yang menyatukan orangorang. Geertz, (1973) menyatakan,
tujuan dari deskripsi yang “padat” adalah “untuk menarik kesimpulan yang luas
dari fakta-fakta yang kecil, namun memiliki struktur yang sangat padat”.
Deskripsi yang padat melampaui hal-hal “faktual” Artinya, deskripsinya bersifat
analitis sekaligus teoritis. Etnografi deskriptif berfokus pada deskripsi
tentang komunitas atau kelompok. Melalui analisis, etnografi deskriptif
mengungkapkan pola, tipologi, dan kategori.
Pada etnografi kritis
kajian terhadap faktor-faktor sosial-makro seperti kekuasaan, dan meliputi
asumsi-asumsi akal sehat serta agenda-agenda tersembunyi. Etnografi kritis
dimaksudkan untuk menghasilkan perubahan pada latar yang diteliti. Misalnya,
menyuarakan pihak-pihak yang lemah. Contoh: mengangkat masalah yang berhubungan
dengan sebuah kelompok atau komunitas, membantu mereka mengklarifikasi kebutuhannya,
kemudian memberi informasi yang memungkinkan mereka mampu memfasilitasi
perubahan tersebut setelahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Spradley P., James. (1997). Metode
Etnografi (terj. Elizabeth, Misbah Z.). Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.
Kuswarno, Engkus. (2008). Etnografi
Komunikasi, Pengantar dan Contoh Penelitian. Bandung: Widya Padjadjaran.
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode
Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Jurnal
Mudjiyanto, Bambang. (2009). Metode
Etnografi dalam Penelitian Komunikasi. Komunikasi Massa, vol. 5 nomor 1, hal
79-83.
Delamont,S.2004.
Qualitative Research Practice Chapter 13 : Ethnography and Participant. Sage
Publications : London
Komentar
Posting Komentar
Comment