KOMUNIKASI POLITIK: Paradigma
Menurut Thomas Kuhn,
paradigma merupakan landasan berpikir atau konsep dasar yang dianut atau
dijadikan model atau pola yang dimaksud unutk para ilmuwan dalam upayanya
mengadalkan studi-studi keilmuan. Thomas Kuhn dalam karyanya The Structure of
Scientific Revolution (Chicago: The Univercity of Cicago Press, 1970).
Paradigma disini diartikan Khun sebagai kerangka referensi atau pandangan yang
menjadi dasar keyakinan atau pijakan suatu teori. Secara etimologis, paradigma
adalah konstruk berpikir pandangan yang menyeluruh dan konseptual terhadap
suatu permasalahan dengan menggunakan teori formal, ekprerimentasi dan metode
keilmuan yang terpercaya. Suatu pandangan
terhadapa dunia alam sekitarnya, yang merupakan prespektif umum, suatu
cara untuk menjabarkan masalah-masalah dunia nyata yang kompleks.
Berdasarkan hal tersebut, paradigma dapat digunakan dalam
khasanah keilmuan sebagai model dan pola yang mana dari odel dan pola itulah
fenomena yang dijelaskan paradigma tertentu menjadi dasar untuk menyeleksi
berbagai problem serta pola-pola untuk mencari dan menemukan problem riset.
Paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari,
persoalan-persoalan yang harus dijawab, bagaimana harus menjawabnya, serta
aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan informasi yang
harus dikumpulkan dalam menjawab
persoalan-persoalan tersebut.
Dalam komunikasi politik, ada tiga macam paradigma, antara
lain:
1.Paradigma Divergen
2.Paradigma Konvergen
3.Paradigma Aksi-Reaksi
PARADIGMA LINEAR
Munculnya
stigma negatif versus positif terhadap sebuah rezim kekuasaan lebih disebabkan
pola pandang yang linear atas sejarah. Paradigma linear ini cenderung mendorong
munculnya reduksi, predictability, dan determinasi. Akibatnya, sebuah realitas
tidak mampu dipotret secara utuh dan komprehensif serta menutup munculnya
kemungkinan yang lain (the others) atau alternatif-alternatif baru.
Paradigma
linear ini berkembang seiring dengan stigmatisasi politis yang berkembang saat
ini. Sebuah kinerja hanya dilihat secara umum dan dampaknya diprediksi secara
pasti. Padahal, ada sisi keberhasilan yang bisa ditingkatkan dan ada juga
kegagalan yang harus diperbaiki atau ditinggalkan. Bahkan ada inovasi-inovasi
baru yang harus dikreasi karena situasi yang menghendaki. Ini semua akan
terungkap ketika ada pembacaan secara spesifik atas realitas kekuasaan.
Pembacaan secara spesifik terhadap realitas ini sangat
diperlukan sehingga tidak terjadi simplifikasi yang justru merugikan kita
semua. Simplifikasi atas eksistensi Soeharto memicu keparadoksalan makna yang
sama sekali tak bermanfaat bagi pembangunan karakter bangsa. Inilah salah satu
agenda yang seharusnya dipecahkan agar reformasi tidak menggali kuburnya
sendiri, yaitu pembacaan secara objektif kinerja pemerintahan sehingga
pergantian kepemimpinan berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Ini
merupakan tantangan yang tidak mudah karena kita belum terbiasa membangun dan
menempatkan kepemimpinan (rezim) sebagai sebuah kontinuitas. Setiap rezim
terjebak dalam demarkasinya masing-masing. Soekarno, Soeharto, Habibie,
Abdurrahman Wahid, Megawati, dan Yudhoyono seakan hadir sebagai rezim
antitesis. Padahal, negara ini bergerak dari langgam sejarah yang sama.
Perlu kejujuran sejarah para pemimpin untuk mengakui
kekurangan dan kelebihannya. Begitu juga kita sebagai warga. Perlu kejujuran
untuk menempatkan pemimpin secara rasional dan proporsional. Kejujuran sejarah
ini akan membuka kejernihan berpikir dan bertindak kita sebagai sebuah bangsa
dan memberi manfaat bagi negara.
PARADIGMA
DIVERGEN
Cara
berpikir divergen adalah membiarkan pikiran kita untuk bergerak kemana-mana
secara statis. kita dituntut untuk mengeluarkan apapun yang muncul di benak dan
otak kita. munculnya satu ide akan dapat memicu timbulnya ide yang lain.
sebanyak dan sejelek apapun ide yang muncul tetap akan ditampung. proses
berpikir divergen adalah proses berpikir yang paling mudah muncul pada
seseorang yang tidak terlalu memperhatikan baik-buruknya suatu nilai sehingga dapat
dengan mudah melompat dari satu ide ke ide yang lain. ketika melahirkan sebuah
ide, dituntut untuk mampu melihat dunia di sekeliling kita secara menyeluruh.
dengan langkah inilah proses kreatif dalam berpikir semakin tajam sehingga ide
yang muncul pun semakin bervariatif. pada dasarnya dalam metode divergen ini
adalah menghilangkan penilaian. karena jika penilaian menghantui kita akan
sulit untuk dapat menjalankan proses berpikir divergen secara efektif.
Divergenitas Pilihan Politik di Indonesia
Sikap
politik masyarakat Indonesia selalu bersifat divergen. Divergen adalah sebuah
jalan pemikiran, sikap, dan tindakan politik yang bercabang-cabang, yang kadang
kontradiktif antara satu cabang pemikiran dengan cabang pemikiran lainnya.
Bahasa gampangnya, pilihan politik tidak konsisten. Jatuhnya pilihan mayoritas
pada Pemilu tahun 2009, hasil survey Indobarometer yang baru-baru ini dirilis
dan berbagai survey lainnya menunjukkan popularitas Presiden SBY turun sampai
di bawah 50 persen. Banyak lagi fenomena politik lain menunjukkan adanya
divergenitas itu. Yang lebih unik, tetapi juga sekaligus tidak impresif, ialah
adanya hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kelompok berpendidikan tinggi
kurang berpartisipasi memberikan suara dalam pemilu untuk memilih calon yang
dinilai kompeten, tetapi ikut mengkritisi kinerja pemerintah yang terbentuk
setelah pemilu.
Kelompok Menengah ke atas
Kualitas
partisipasi politik kelompok menengah ke atas ini cukup besar dalam menjalankan
politik yang produktif bagi kehidupan bangsa. Sayangnya, partisipasi politik
itu dilakukan dengan jalur yang sekunder, seperti mengkritik pemerintah,
bersimpati kepada demonstran, berbicara di media massa, atau mendiamkan
berbagai ketidakberesan dengan alasannya sebagian besar adalah karena
kesibukan. Di sini, terlihat lagi jalan pemikiran yang divergen, yaitu untuk
datang ke TPS memberi suara kepada calon yang kompeten atau membentuk partai politik idealis, mereka
tidak sempat. Tetapi bersitegang di forum-forum ilmiah atau seminar-seminar,
mereka begitu partisipatif seolah partisipasi politik jalur sekunder itu bisa
begitu efektif memengaruhi pemerintah. Orang boleh menyebut divergenitas ini
sebagai dinamika politik kelas atas. yang jelas, mereka yang divergen ini
kehilangan kemampuan berpikir sederhana dalam politik, yaitu bukankah
seharusnya mereka mendiseminasikan informasi tentang track record jagoannya
sejak lama kepada orang-orangnya dan lalu pergi ke TPS untuk memberi suara.
Ironis sekali kalau tidak berpartisipasi memberi suara dalam pemilu hanya
karena berpikir bahwa suara mereka hanya satu, yang berarti tidak akan
berpengaruh besar terhadap suara kelompok menengah ke bawah. Soal fenomena
sikap politik yang divergen di kelompok menengah ke atas ini hanya satu dari
sekian banyak kasus divergenitas sikap politik dalam kaitannya dengan struktur
sosial. Mereka menjadi pihak pertama yang dibahas dalam tulisan ini karena
status mereka yang lebih tinggi seharusnya diiringi juga dengan tanggung jawab
yang lebih besar dalam memberikan pendidikan dan memengaruhi pilihan politik
kelompok menengah ke bawah secara legal.
Kelompok Menengah ke Bawah
Di media
massa, suara mereka relatif sama dengan kelompok menengah ke atas ketika
menilai pemerintah, yaitu sebagian besar menilai kondisi ekonomi atau penegakan
hukum buruk. Hanya pilihan kata dalam menilai itu saja yang berbeda. Tetapi,
hasil pemilu atau hasil penelitian lembaga survey juga menunjukkan adanya
divergenitas pilihan politik itu kembali. Kalau menurut mereka sebuah
pemerintahan telah gagal, mengapa dipilih lagi atau diapresiasi dalam survey.
Di sisi lain, kalau mereka memberi apresiasi dalam survai atau memilih kembali,
mengapa dalam waktu relatif singkat dikatakan pemerintah telah ternyata telah
gagal.
PARADIGMA KONVERGEN
Siapapun
yang berada dalam setting politik bisa disebut sebagai komunikator politik.
Dalam kaitan materi ini komunikator yang dimaksud adalah komunikator politik
yang utama atau komunikator utama dalam politik. Komunikator politik disini
adalah orang yang secara tetap dan berkesinambungan melakukan komunikasi
politik. Oleh karenanya kemudian komunikator politik ini akan dititiktekankan
kepada pemimpin dalam proses politik.
Setiap
komunikator politik pasti memiliki strategi atau cara berpikir yang dipegang
teguh demi tersampaikannya pesan secara efektif. Salah satu dari cara brpikir
tersebuyt adalah paradigma konvergen. Pengertian paradigma konvergen adalah
sebuah kerangka berpikir yang bersifat menuju satu titik atau bisa juga
dikatakan memusat.
Konvergensi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu untuk menyebarkan gagasan-gagasan politik secara lebih leluasa dibandingkan dengan media massa konvensional. Bagi pemodal yang berafiliasi dengan kelompok politik, konvergensi memberi peluang yang labih terbuka untuk mentransformasikan gagasan politik tertentu untuk meraup suara publik. Dengan demikian maka konvergensi media berarti juga berpotensi menjadi medium hegemoni baru bagi kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik untuk meraih keuntungan sepihak. Konfigurasi kekuatan semacam ini dapat mengancam terselenggaranya kehidupan demokrasi, karena, hakikatnya suara publik cenderung akan dikendalian oleh kekuatan dominan dari pemilik modal sekaligus kelompok kepentingan.
Konvergensi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu untuk menyebarkan gagasan-gagasan politik secara lebih leluasa dibandingkan dengan media massa konvensional. Bagi pemodal yang berafiliasi dengan kelompok politik, konvergensi memberi peluang yang labih terbuka untuk mentransformasikan gagasan politik tertentu untuk meraup suara publik. Dengan demikian maka konvergensi media berarti juga berpotensi menjadi medium hegemoni baru bagi kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik untuk meraih keuntungan sepihak. Konfigurasi kekuatan semacam ini dapat mengancam terselenggaranya kehidupan demokrasi, karena, hakikatnya suara publik cenderung akan dikendalian oleh kekuatan dominan dari pemilik modal sekaligus kelompok kepentingan.
Dari tahun ke tahun, semakin jelas bagaimana
dunia politik saat ini tidak dapat lepas dari pemanfatan media. Termasuk
pemanfaatan internet yang berkonvegensi dengan media lama (surat kabar,
majalah, TV, radio) dan media jejaring sosial (facebook, twitter, dan
lain-lain) yang memiliki dampak yang besar terhadap dinamika dan
perkembangan demokrasi dan politik di banyak negara.
Menurut Pramono Anung, “Teknologi Informasi (TI) yang kini berkembang
amat pesat, tak bisa dipungkiri memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
perubahan seluruh proses kehidupan, Perubahan informasi kini tidak lagi ada
dalam skala minggu atau hari atau bahkan jam, melainkan sudah berada dalam
skala menit dan detik”. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
(Information and Communication Technology/ICT) telah membawa sejumlah perubahan
dalam kehidupan masyarakat dunia.
Sebagai
contoh lengsernya Presiden Husni Mubarak, berawal dari protes yang bermula
dari Twitter dan Facebook. Lebih dari sejuta pemuda, mahasiswa, pengacara,
jurnalis, pengusaha, dan politikus kemudian berkumpul di pusat Kota Kairo.
Mereka menuntut Presiden Husni Mubarak mundur. Apa yang terjadi di Tahrir
merupakan akibat dari pergerakan yang tak terlihat di bawah tanah, sebuah
perlawanan dari dunia maya. Para demonstran datang karena ada seruan
bersama di Twitter.Juga di Facebook. Ada akun "We are all
Khaled Said" yang memiliki fans lebih dari 370 ribu orang. Khaled
Said adalah pedagang yang tewas akibat dianiaya polisi tahun lalu. Akun ini
menyerukan aksi antipemerintah berkali-kali, hingga berhasil melengserkan Husni
Mubarak.
Era
Konvergensi Media Teknologi informasi mutakhir telah berhasil menggabungkan
sifat-sifat teknologi telekomunikasi konvensional yang bersifat massif dengan
teknologi komputer yang bersifat interaktif. Fenomena ini lazim disebut
sebagai konvergensi, yakni bergabungnya media telekomunikasi tradisional dengan
internet sekaligus. Konvergensi menyebabkan perubahan radikal dalam
penanganan, penyediaan, distribusi dan pemrosesan seluruh bentuk informasi baik
visual, audio, data dan sebagainya. Kunci dari konvergensi adalah digitalisasi,
karena seluruh bentuk informasi maupun data diubah dari format analog ke format
digital sehingga dikirim ke dalam satuan bit (binary digit). Karena informasi
yang dikirim merupakan format digital, konvergensi mengarah pada penciptaan
produk-produk yang aplikatif yang mampu melakukan fungsi audiovisual sekaligus
komputasi.
Sifat alamiah perkembangan teknologi selalu
saja mempunyai dua sisi, positif dan negatif. Di samping optimalisasi sisi
positif, antisipasi terhadap sisi negatif konvergensi nampaknya perlu
dikedepankan sehingga konvergensi teknologi mampu membawa kemaslahatan bersama.
Pada aras politik ini diperlukan regulasi yang memadai agar khalayak
terlindungi dari dampak buruk konvergensi media. Regulasi menjaga konsekuensi
logis dari permainan simbol budaya yang ditampilkan oleh media konvergen.
Tujuannya jelas, yakni agar tidak terjadi tabrakan kepentingan yang menjadikan
salah satu pihak menjadi dirugikan.
Di era kedigdayaan media massa, politik
dan laku politisi menjadi panggung hiburan. Di era ini, politisi lebih suka
tampil di media dan membuat sensasi berita. Lebih suka retorika daripada karya,
lebih suka fashion ketimbang vision. Televisi tampil sebagai media utama kanal
komunikasi elite politik sekaligus kanal gosip politik. Televisi tidak hanya
menjadi media talkshow yang kian mencerdaskan. Akan tetapi lewat televisi, pertengkaran
dan perkelahian elite politik menjadi drama dan telenovela politik di ruang
keluarga.
Oleh
karena itu, pada aras politik diversifikasi konvergensi menuntut kebijakan
politik yang menjamin adilnya distribusi dan perlindungan konsumen. Pada tingkat
ini, diperlukan regulasi yang memadai agar akses konvergensi dapat dinikmati
secara relatif merata untuk semua kalangan.
PARADIGMA AKSI-REAKSI
Paradigma
aksi-reaksi dapat dianalogikan sebagai hubungan sebab-akibat, bahwasanya suatu
aksi dapat memicu timbulnya reaksi tertentu. Adapun reaksi muncul sebagai
timbal balik reaksi. Dalam kajian komunikasi politik, pemikiran aksi-reaksi
adalah studi tentang pola-pola aksi dan reaksi antarnegara berdaulat melalui
para elit pemerintah. Paradigma aksi reaksi ini identik dengan kegiatan
diplomatik dan militer,baik dalam bentuk hubungan kerjasama maupun adanya
konflik.
Paradigma
aksi-reaksi yang dianut oleh bangsa Indonesia meliputi beberapa tahap. Awalnya,
para pembuat kebijakan merumuskan, membuat, dan menetapkan tindakan,
berdasarkan masalah yang ada di lapangan. Dalam merumuskan tindakan tersebut,
para pembuat kebijakan tidak perlu melakukan pengkajian terhadap masalah yang
terjadi di lapangan tersebut. Bahkan masyarakat pun memberikan istilah “Muncul masalah,
baru melakukan tindakan”. Beberapa kasus yang terkait dengan istilah tersebut,
antara lain: kelangkaan BBM (Bahan Bakar Minyak), proses berlangsungnya
Pilkada, demonstrasi, dan masalah ketahanan pangan. Keempat kasus tersebut
adalah sebagian kasus yang penanganannya menggunakan paradigma aksi reaksi.
Penelitian
dan Pengembangan (Litbang) memiliki peranan yang besar dalam menentukan
pengaruh kebijakan terhadap pengembangan negara. Selain itu, peranan Litbang
dapat memperkecil terjadinya paradigma aksi-reaksi tersebut. Bahkan beberapa
negara maju sangat memberikan perhatian terhadap peranan Litbang dalam
membangun negaranya, sehingga mereka tidak sayang dalam mengalokasikan anggaran
dana yang sangat besar untuk kegiatan Litbang. Sebaliknya, Litbang di Indonesia
hanya mendapatkan alokasi anggaran sebesar 1% dari APBD. Oleh karena tidak
mengherankan bila Litbang di Indonesia sulit berkembang jika dibandingkan
dengan negara lainnya.
Lembaga
Litbang sebenarnya telah menyusun perencanaan terhadap permasalahan-permasalahan
yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, bahkan saat mendatang. Tidak hanya
itu, Litbang juga sudah menyediakan solusi penanganan dari
permasalahan-permasalahan tersebut. Namun, sekali lagi hasil kajian tersebut
sama sekali tidak dilirik oleh pemerintah dan hanya menjadi sampah, serta
disimpan dibawah meja saja. Hal inilah yang kemudian menjadikan kebijakan atau
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah hanya berefek sesaat sesuai dengan
paradigma aksi-reaksi. Misalkan terjadi demonstrasi yang dilakukan oleh
mahasiswa. Mahasiswa melakukan aksi demo bukan tanpa alasan, bahkan mereka
berani membeberkan kelemahan-kelemahan pemerintah yang bisa menghancurkan masa
depan bangsa Indonesia. Semenjak ada demo mahasiswa tersebut, pemerintah mulai
menunjukkan reaksinya, mulai dari mengintrospeksi dirinya, meminta maaf, bahkan
sampai pada tahap bersaha untuk memberikan solusi sebagai jawaban atas protes
dari demonstrasi mahasiswa.
Analisis Kasus Komunikasi Politik
Paradigma Konvergen
Kajian
politik saat ini merupakan suatu tema yang menarik bagi masyarakat. Jika dulu,
sinetron, drama, film, dan acara musik saja yang ditampilkan sebuah media
khususnya televisi, saat ini telah berubah haluan. Berita, merupakan suatu hal
yang diminati masyarakat. Sehingga banyak stasiun telivisi swasta saat ini yang
lebih memfokuskan pada tayangan berita. Sebut saja TV One, dan Metro Tv. kedua stasiun televisi swasta ini
mengedepankan aspek informasi dan mengemas berita semenarik mungkin dan update. Disamping pengemasan berita, ada
hal menarik dari kedua televisi swasta ini.
Keduanya,
sama-sama memberikan sajian politik sebagai tayangan prime time nya. Disamping berita, informasi berupa politik, baik
dari segi informasi dan juga “drama politiknya”. Bahkan fenomena konglomerasi
media saat ini turut mempengaruhi demokrasi politik di Negara kita. Sudah
menjadi rahasia umum jikalau kedua media besar ini merupkan milik petinggi
partai yang cukup “terkenal” di Negara Indonesia. Yaitu Partai Golkar dan
Nasdem.
Bukan
hal yang baru lagi jika media massa saat ini, khususnya televisi merupakan alat
penting untuk kampanye politik. Iklan nasdem yang mendominasi Metro Tv dan
iklan ARB yang setiap menit hadir di Tv One. Hal ini menarik jika dianalisis
dalam paradigma konvergen. Jika dalam paradigma konvergen hal ini dapat kita
sebut sebagai setting politik. Siapapun
yang berada dalam setting politik bisa disebut sebagai komunikator politik.
Komunikator politik disini adalah orang yang secara tetap dan berkesinambungan
melakukan komunikasi politik. Oleh karenanya kemudian komunikator politik ini
akan dititik beratkan kepada pemimpin dalam proses politik. Setiap komunikator
politik pasti memiliki strategi atau cara berpikir yang dipegang teguh demi
tersampaikannya pesan secara efektif. Salah satu dari cara brpikir tersebut
adalah paradigma konvergen. Pengertian paradigma konvergen adalah sebuah
kerangka berpikir yang bersifat menuju satu titik atau bisa juga dikatakan
memusat. Konvergensi dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu untuk menyebarkan
gagasan-gagasan politik secara lebih leluasa dibandingkan dengan media massa
konvensional.
Salah
satu strategi pemilik modal untuk mempersuasi masyarakat yaitu dengan cara
iklan kampanye dan juga agenda setting,
kedua cara tersebut intinya sama, yaitu mengedepankan tentang calon presiden 2014, partainya,
ataupun figure bahkan juga bisa sebaliknya yaitu menghancurkan rival-rivalnya
melalui provokasi judul berita dan program acara yang dikemas secara
persuasive, layaknya ILC (Indonesian Lawyers Club) di TV one dan juga Forum
Indonesia di Metro Tv.
. Bagi pemodal yang berkecimpung dengan
kelompok politik, konvergensi memberi peluang yang labih terbuka untuk
mempersuasi gagasan politik tertentu untuk meraup suara publik. Kedua Pemilik modal tersebut, hebatnya selain
memiliki media televisi, mereka juga mempunyai media-media lain seperti Koran
dan juga portal-portal berita, yang semakin mempersuasi perhatian masyarakat
ataupun penonton terhadap tokoh-tokoh politik serta partainya.
Pada zaman yang dipengaruhi oleh kekuatan
politik dan media massa ini diperlukan regulasi yang memadai agar khalayak
terlindungi dari dampak buruk konvergensi media. Regulasi menjaga masyarakat
dari permainan symbol pesan dan budaya yang ditampilkan oleh media konvergen.
Tujuannya jelas, yakni agar tidak terjadi kepentingan yang menjadikan salah
satu pihak menjadi dirugikan.
Di era keemasan media massa ini, politik
dan politisi dijadikan layaknya panggung
hiburan. Di era ini, politisi lebih suka tampil di media dan membuat sensasi
serta kehebohan. Lebih suka “koar-koar” tidak jelas, apalagi dalam menjatuhkan
lawannya daripada berprestasi, Televisi tampil sebagai media utama komunikasi
elite politik sekaligus gosip politik. Televisi tidak hanya menjadi media yang
kian mencerdaskan. Akan tetapi lewat televisi, pertengkaran dan perkelahian
elite politik menjadi drama politik di ruang keluarga (lihat saja
perdebatan-perdebatan di ILC dan Forum Indonesia).
Dengan adanya konfigurasi kekuatan semacam
ini dapat mengancam terselenggaranya kehidupan demokrasi, karena pada
hakikatnya suara publik cenderung akan dikenakan oleh kekuatan dominan dari
pemilik modal sekaligus kelompok kepentingan.
Oleh karena itu, dengan adanya fenomena
diatas dituntut adanya kebijakan politik yang menjamin adilnya distribusi dan
perlindungan audience. Pada tingkat ini, diperlukan regulasi yang memadai agar
akses konvergensi dapat dinikmati secara relatif merata untuk semua kalangan. Dari anak-anak, remaja, hingga dewasa. Selain
itu, diperlukannya pembentukan suatu lembaga yang netral, tanpa ada campur
tangan politik tertentu untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat,
agar masyarakat tidak asal terpengaruh oleh media saat ini. Sedangkan untuk
ranah pemilik modal, sebaiknya dibentuk peraturan ataupun undang-undang yang
melarang pemilik modal yang berkecimpung dalam ranah politik untuk mendirikan
suatu media. Jika perlu diberikan sanksi yang berat, sehingga para pemilik
modal jera dan juga mampu mendirikan media yang benar-benar netral, dan tanpa
campur tangan kepentingan golongan tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Lorens. 2005.
Kamus Filsafat. Gramedia: Jakarta.
Khun,
Thomas S. 2002. The Structure of Scientific Revolution (terj. Tjun Sujarman).
Bandung: Rosda.
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/opini/kejujuran-sejarah-pemimpin-3.html
Komentar
Posting Komentar
Comment