Filsafat: Epistemologi Sains
EPISTEMOLOGI SAIN
Epistemologi berasal dari bahasa
Yunani episteme yang berarti
pengetahuan tatu ilmu atau teori pengetahuan. Epistemologi adalah cabang
filsafat yang memberikan fokus perhatian pada sifat dan ruang lingkup ilmu
pengetahuan. Epistemologi membicarakan hakikat pengetahuan, unsur-unsur dan
susunan berbagai jenis pengetahuan, pangkal tumpuannya yang fundamental,
metode-metode dan batasan-batasannya.
1.
OBJEK
PENGETAHUAN SAIN
Objek pengetahuan
sain (yaitu objek-objek yang diteliti sain) adalah semua objek yang empiris
sebab bukti-bukti yang empiris diperlukan untuk menguji bukti rasional yang
telah dirumuskan dalam hipotesis. Jujun S. Suriasumantri (Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, 1994:105) menyatakan bahwa
objek kajian sain hanyalah objek yang berada dalam ruang lingkup pengalaman
manusia. Yang dimaksud pengalaman adalah pengalaman indera.
Objek-objek yang dapat
diteliti oleh sain banyak sekali: alam, tetumbuhan, hewan dan manusia dan
kejadian-kejadian disekitar alam, semuanya dapat diteliti oleh sain. Dari
penelitian itulah muncul teori-teori sain. Teori-teori dikelompokkan dalam
masing-masing cabang sain.
2.
CARA MEMPEROLEH
PENGETAHUAN SAIN
Perkembangan sain
didorong oleh paham Humanisme. Humanisme
adalah paham filsafat yang mengajarkan bahwa manusia mampu mengatur dirinya dan
alam. Humanisme telah muncul pada zaman Yunani Lama (Yunani Kuno).
Sejak zaman
dahulu, manusia telah menginginkan adanya aturan untuk mengatur manusia dengan
tujuan agar manusia itu hidup teratur. Manusia juga perlu aturan untuk mengatur
alam. Pengalaman manusia menunjukan bila alam tidak diatur maka alam itu akan
menyulitkan kehidupan manusia. Alat yang dapat digunakan adalah akal karena
akal pada setiap orang bekerja berdasarkan aturan yang sama. Aturan itu ialah
logika alami yang ada setiap manusia. Akal itulah alat dan sumber yang paling
dapat disepakati. Maka, Humanisme melahirkan Rasionalisme.
Rasionalisme ialah paham yang
mengatakan bahwa akal itulah alat pencari dan pengukur pengetahuan belum
didukung oleh empiris. Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya diukur oleh
akal pula. Dicari dengan akal ialah dicari dengan logis. Diukur dengan akal
artinya diuji apakah temuan itu logis atau tidak. Bila logis, benar; bila
tidak, salah. Dengan akal itulah aturan untuk mengatur manusia dan alam. Aliran
ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal budi
(rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan
bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh
melalui akal yang memenuhi syarat semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya
dipakai untuk mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal. Akal tidak
memerlukan pengalaman. Akal dapat menurunkan kebenaran dari dirinya sendiri,
yaitu, atas dasar asas-asas pertama yang pasti. Tetapi bukan berarti bahwa
rasionalisme mengingkari nilai yang didapat dari pengalaman, justru pengalaman
adalah bagian dari perangsang pikiran.
Berpikir logis
tidak menjamin diperolehnya kebenaran yang disepakati. Padahal, aturan itu
seharusnya disepakati. Alat itu adalah empirisme. Secara etimologis, empirisme
berasal dari kata bahasa Inggris, empiricism
dan experience. Dalam bahasa Yunani, experieta yang berarti berpengalaman
dalam, berkenalan dengan, dan terampil untuk. Empirisme adalah paham filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar
ialah yang logis dan ada bukti empiris yang didasarkan pada pengalaman yang
menggunakan indera. Empirisme juga disebut sebagai ilmu bukti, kaum ahli ilmu
pengetahuan empiris itu diperoleh dengan jalan observasi (pengamatan) atau
experiment (praktik). Jalan experiment lebih banyak mendapatkan hasil karena
dengan jalan praktik si penyelidik dapat memindahkan barang dari tempat ke
tempat dan mencampurkan berbagai macam benda dan kenyataan sesuai dengan
keinginannya. Sedangkan, dalam pengamatan, penyelidik cuma pasif, berdiam diri
dan mengamati saja, si pengamat cuma bisa mengamati hidup dan sifatnya
masing-masing tumbuhan dan hewan di masing-masing tempatnya.
Namun empirisme
memiliki kekurangan, kekurangannya adalah karena ia belum terukur. Empirisme
hanya sampai konsep-konsep yang umum. Sebagai contoh, air kopi yang baru
diseduh ini panas, nyala api ini lebih panas, kelereng ini kecil, bulan lebih
besar, matahari sangat besar. Empirisme hanya menemukan konsep yang sifatnya
umum. Konsep itu belum operasional, karena belum terukur jadi diperlukan alat
lain yaitu Positivisme.
Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran
ialah yang logis, ada bukti empirisnya, yang tertukur. Positivisme mengatakan
air kopi ini 80 derajat celcius. Ukuran-ukuran ini operasional, kuantitatif dan
tidak memungkinkan perbedaan pendapat. Positivisme sudah dapat disetujui untuk
memulai upaya membuat aturan untuk mengatur manusia dan alam.
Selain itu
dibutuhkan alat lain, yaitu Metode
Ilmiah. Metode Ilmiah mengatakan untuk memperoleh pengetahuan yang benar
dilakukan langkah berikut: logico-hypothetico-verificartif.
Maksudnya, mula-mula buktikan bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis
kemudian lakukan pembuktian hipotesis itu secara empiris. Metode Ilmiah secara
teknis dan rinci dijelaskan dalam satu bidang ilmu yang disebut Metode Riset. Metode Riset menghasilkan
model-model penelitian. Model-model penelitian inilah yang menjadi instansi
terakhir dan memang operasional dalam membuat aturan (untuk mengatur manusia
dan alam) tadi. Hasil-hasil penelitian itulah yang sekarang serupa tumpukan
pengetahuan sain dalam berbagai bidang.
Aturan-aturan Aturan untuk
untuk mengatur mengatur alam
manusia
3.
UKURAN
KEBENARAN PENGETAHUAN SAIN
Ilmu berisi
teori-teori. Seperti dalam teori Sain Ekonomi: bila penawaran sedikit
permintaan banyak, maka harga akan naik. Teori ini sangat kuat, sehingga
ditingkatkan menjadi hukum yang disebut hukum penawaran dan permintaan.
Berdasarkan hukum ini, maka barangkali benar dihipotesiskan: Jika hari hujan
terus, mesin pemanas gabah tidak diaktifkan, maka harga beras akan naik.
Jika hari hujan
terus, maka orang tidak dapat menjemur padi, penawaran beras akan menurun,
jumlah orang yang memerlukan tetap, orang berebutan membeli beras, kesempatan
itu digunakan pedagang beras untuk memperoleh untung sebesar mungkin, maka
harga beras akan naik. Jika didukung oleh kenyataan (beras naik) maka hipotesis
itu menjadi teori, dan teori itu benar, karena ia logis dan empiris.
Jika hipotesis
terbukti, maka pada saatnya ia menjadi teori. Jika sesutau teori selalu benar,
yaitu jika teori itu naik tingkat keberadaannya maka menjadi hukum atau
aksioma.
Hipotesis (dalam sain)
ialah pernyataan yang sudah benar secara logika, tetapi belum ada bukti
empirisnya. Belum atau tidak ada bukti empiris bukanlah merupakan bukti bahwa
hipotesis itu salah. Hipotesis itu benar, bila logis. Ada atau tidak ada bukti
empirisnya adalah soal lain. Kelogisan suatu hipotesis juga teori lebih penting
daripada bukti empirisnya.
saya minta izin untuk menyadur beberapa hal dari tulisan ini untuk makalah filsafat saya, apakah berkenan?
BalasHapusSilahkan, semoga bermanfaat :)
Hapus